Ramadhan, Ajang Silaturahim Pemimpin dan Rakyat (1)

Red: Damanhuri Zuhri

Ahad 29 Jun 2014 11:56 WIB

Ramadhan (ilustrasi) Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang Ramadhan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Ramadhan dijadikan ajang bersilaturahim antara pemimpin dan rakyat.

Perhatian pemerintah untuk menghidupkan Ramadhan di era berikutnya kian serius. Itu setidaknya terlihat dari upaya yang dilakukan Dinasti Turki Utsmani.

Salim Ayduz dalam tulisannya, Ottoman Contributions to Science and Technology, menyebut jasa Dinasti Turki Utsmani memberi kontribusi penting dalam perkembangan penentuan waktu dengan lebih akurat, terutama pada awal abad ke-16, seperti awal dan akhir Ramadhan dan jadwal imsakiyah.

Observatorium Istanbul dan tabel astronomi berperan penting dalam memantau pergerakan benda-benda angkasa termasuk memprediksi gerhana.

Di bagian Society and Popular Culture, Donald Quataert dalam bukunya, Ottoman Empire 1700-1922, menguraikan Ramadhan selalu menjadi bulan istimewa di semua era kepemimpinan Islam, termasuk di masa Dinasti Turki Utsmani.

Pada masa Dinasti Turki Utsmani, terutama di Damaskus pada abad ke-18, Gubernur Damaskus akan berkeliling wilayah untuk mengingatkan pembayaran zakat dan pajak beberapa pekan sebelum Ramadhan. Kehidupan masyarakat kota juga lebih semarak seusai iftar atau berbuka puasa.

Pusat-pusat kegiatan masyarakat lazim dijadikan tempat berkumpul untuk berbuka puasa bersama. Di pertengahan abad ke-19, raja juga memberi subsidi dan bantuan makanan kepada masyarakat miskin di bulan ini.

Meriam sengaja ditembakkan pemerintah kota untuk memudahkan mengetahui waktu memulai dan berbuka puasa selama Ramadhan.

Sejumlah hiburan rakyat juga digelar, seperti karagoz (wayang) dan karnaval. Ramadhan dimanfaatkan juga sebagai bulan silaturahim antarbudaya dan agama. Istana biasanya mengundang para tokoh agama dan budaya untuk jamuan berbuka puasa bersama.

Penertiban tempat makan dan minum di siang hari juga ditertibkan. Polisi dikerahkan pada siang dan malam guna menghalau adanya orang mabuk di malam Ramadhan.

Laki-laki dan perempuan juga dilarang berjalan hanya berdua saat itu. Meski tidak diketahui apakah ada hukuman yang dijatuhkan  atau tidak, imam atau tokoh agama berperan memberi pengarahan.

Ulama juga terus diundang untuk membacakan Alquran setiap malam di istana. Menara-menara masjid juga diterangi lampu-lampu  yang memberikan efek pendaran cahaya bagi wilayah sekitarnya.

Sekolah-sekolah juga diliburkan selama Ramadhan. Namun, ada saat para siswa dikoordinasi sekolah untuk berkunjung ke desa-desa melakukan kerja sosial atau berbagi makanan. Kantor-kantor pemerintah mengalami pengaturan ulang jadwal sehingga para pekerjanya tetap bisa memaksimalkan ibadah saat Ramadhan.

Terpopuler