Ragam puasa
Dari sekian pelaksanaan ibadah, satu sama lain memiliki perbedaan ragam.
Yunus Hanis Syam dalam Puasa Sepanjang Tahun menuturkan, puasa adalah salah satu bentuk perbuatan ritual yang telah ditetapkan menjadi upacara ibadah dalam berbagai agama. Perbedaannya hanyalah terletak pada motif dan sebab pelaksanakan puasa itu, juga tentang caranya.
“Umumnya, bangsa di zaman purbalaka melakukan puasa pada saat mengalami kesempitan, di saat berdukacita, ketika mendapat kecelakaan atau peristiwa menyeramkan lainnya. Di kalangan Bani Israil, puasa adalah sebagai tanda berkabung dan dukacita. Dalam riwayat diceritakan, Nabi Daud berpuasa selama tujuh hari ketika putranya jatuh sakit,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Yunus, ada pula motif puasa sebagai kenangan pahit mengingat sesuatu yang menyakitkan, kejatuhan atau kekalahan dalam sejarah perjuangan suatu kaum.
Di kalangan para penyembah berhala, berpuasa itu unuk menghilangkan kemarahan Tuhan jika mereka melakukan pelanggaran atau sebagai jalan mendapat ridha dari tuhan mereka.
Adapun dalam agama Samawi, Nabi Musa dan Nabi Isa dikabarkan melakukan puasa, tapi tak ada rincian dalam kitab suci Yahudi maupun Nasrani yang mewajibkan puasa tersebut. Kendati tidak diwajibkan, puasa menjadi ibadah utama kedua agama tersebut.
“Dalam Kitab Taurat (Perjanjian Lama), meskipun tidak dijumpai keterangan yang mewajibkan puasa, tetapi ada uraian-uraian yang menerangkan dan memuji orang yang berpuasa. Nabi Isa juga melakukan puasa. Walau dalam Injil tidak disebutkan tentang kewajibannya, di situ diterangkan juga bahwa puasa itu baik dan suatu ibadah yang utama,” tuturnya.
Adapun bagi Muslimin, kewajiban puasa mulai disyariatkan setelah dua tahun Rasulullah hijrah di Madinah. Pascahijrah, syariat Islam dan perintah ibadah memang mulai diperintahkan Allah untuk menyempurnakan agama-Nya.
Saat itu, Muslimin mulai melaksanakan puasa Ramadhan. Namun sebetulnya, sebelum ayat yang mewajibkan puasa Ramadhan turun, umat Islam telah terbiasa berpuasa wajib pada 10 Muharram atau hari Asyura. Lalu, saat Rasulullah tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi biasa berpuasa setiap 10 Muharram.
Tanggal 10 Muharram merupakan hari ketika Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari serangan Firaun. Nabi Musa berpuasa pada hari tersebut sebagai tanda syukur kepada Allah. Rasulullah pun menjelaskan, umat Islam lebih berhak atas Nabi Musa dari pada orang Yahudi.
Lalu, Rasulullah pun memerintahkan umat Islam berpuasa pada 10 Muharram. Puasa Asyura pun tetap disyariatkan bagi Muslimin dengan tambahan puasa sehari sebelum atau setelahnya untuk membedakan dengan Yahudi. Puasa tersebut juga bukan disyariatkan sebagai ibadah wajib, melainkan sunah.