REPUBLIKA.CO.ID, Yasin T Al Jibouri & Mirza Javad Agha Maliki Tabrizi dalam Rahasia Puasa Ramadhan menyebutkan, selama periode melaksanakan puasa 40 hari di Bukit Sina, Nabi Musa diberikan tanggung jawab berat berupa “Sepuluh Perintah Tuhan” (The Ten Commandments).
Musa diperintahkan dalam Taurat untuk melaksanakan puasa pada hari kesepuluh bulan ketujuh dan hari kesembilan bulan kedelapan. Orang Yahudi dulunya (dan sebagian masih) melaksanakan puasa selama masa kesedihan dan ratapan serta ketika menghadapi bahaya.
Kaum Yahudi juga terbiasa untuk melaksanakan puasa satu hari sebagai pertaubatan dan kapan saja saat mereka percaya bahwa Tuhan sedang murka.
Pada masa ini, mereka melaksanakan puasa selama satu minggu untuk memperingati kehancuran Yesuralem di tangan Nebukadnezar II (605-562 SM), putra Nabopolassar pendiri Kerajaan Babilonia Baru, pada 16 Maret 597 SM. Mereka juga melaksanakan puasa pada hari-hari lain.
Adapun bagi Nasrani, dicontohkan oleh Nabi Isa dan ibundanya, Maryam binti Imran, yang diberitakan melaksanakan puasa pada hari pertaubatan. Nabi Isa dan para muridnya (hawariyyun) melaksanakan puasa selama 40 hari sebagaimana yang dilaksanakan oleh Nabi Musa sebelumnya.
Inilah puasa yang lebih utama dilaksanakan sebelum Hari Paskah di kalangan orang Kristen. Kemudian, para teolog Kristen memulai jenis-jenis puasa lainnya, seperti puasa tidak makan daging, ikan, atau telur.
Yusuf Burhaudin mengatakan, sejarah mencatat empat model puasa, yakni meninggalkan makan, minum, bersetubuh, maupun berbicara. Seperti, puasanya Siti Maryam, ibunda Isa, yang tidak berkata-kata dengan seorang manusia pun.
“Seperti nazarnya Siti Maryam, suku Aborigin di Australia pun melakukan hal yang sama. Mereka mewajibkan puasa dari berkata-kata bagi seorang istri yang ditinggal mati suaminya selama satu tahun penuh,” ujarnya.