REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sejarah Islam, ia dikenal memiliki ilmu dan adab istimewa yang dikaruniakan Allah kepadanya, menggantikan kebutaan matanya sebagai cahaya dalam pandangan dan pancaran di hati.
Sehingga ia dapat melihat dengan mata hati, apa-apa yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala orang lain. Hatinya dapat mengetahui apa yang tersembunyi.
Bila Rasulullah SAW pergi ke berbagai medan perang, dia selalu ditunjuk menjadi wakil beliau di Madinah, mengimami shalat jamaah di mihrab beliau, dan berdiam di sebelah kiri mimbar dengan khusyuk.
Pada awal sejarah Islam, Abdullah bin Ummi Maktum memperoleh hidayah untuk bergabung bersama orang-orang yang telah memeluk Islam. Ketika itu ia masih muda belia, sehingga hatinya merasakan betul manisnya keimanan.
Menginjak dewasa, dia merasakan bahwa ajaran Islam telah menjadikan hatinya bersih, sehingga walaupun matanya tak mampu melihat, namun itu merupakan nikmat besar yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Ibnu Ummi Maktum mempunyai naluri yang sangat peka untuk mengetahui waktu. Setiap menjelang fajar, dengan perasaan jiwa yang segar ia keluar dari rumahnya, dengan bertopang tongkat atau bersandar pada lengan salah seorang kaum Muslimin untuk mengumandangkan azan di masjid Rasul.
Dia selalu bergantian azan dengan Bilal bin Rabah. Jika salah satu dari mereka berdua azan, maka yang lainnya bertindak mengumandangkan iqamat.
Namun Bilal mengumandangkan azan semalam untuk membangunkan kaum Muslimin, sedangkan Ibnu Ummi Maktum mengumandangkannya waktu Subuh.
Oleh sebab itulah, Rasulullah bersabda—terkait waktu sahur pada bulan Ramadhan, "Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan..."