Mendulang Pahala Selama Ramadhan (1)

Red: Chairul Akhmad

Jumat 27 Jun 2014 10:27 WIB

Intensitas ibadah harus bertambah selama Ramadhan. Foto: AP Photo/Hassan Ammar Intensitas ibadah harus bertambah selama Ramadhan.

Oleh: Nashih Nashrullah

Peningkatan frekuensi ibadah di Ramadhan adalah bentuk penghormatan bulan itu.

Rasulullah SAW adalah figur yang taat. Ketaatan itu tampak nyata dalam kesehariannya. Namun, intensitas dan frekuensi ibadah tersebut bertambah selama Ramadhan.

Ini tak lain, sebagai bentuk peng hormatan sekaligus pemaksimalan atas keistimewaan yang ada pada Bulan Suci itu. Berbagai aktivitas yang digiatkan oleh Rasulullah selama Ramadhan dapat ditelusuri di banyak riwayat. Apa sajakah amalan-amalan Rasulullah selama Ramadhan?

Syekh Faishal bin Ali al-Bu’dani, dalam bukunya yang berjudul Hakadza Kana An Nabiyy fi Ramadhan, memaparkan keseharian Nabi Muhammad di sepanjang Ramadhan.

Hal yang utama tentunya ialah berpuasa. Seperti apakah puasa yang dijalani oleh Pamungkas Para Rasul itu? Rasulullah selalu berusaha untuk mendahulukan berbuka dan mengakhirkan sahur.

Rasulullah memilih berbuka ringan terlebih dahulu sebelum shalat Maghrib. Untuk waktu sahur, yakni sejam sebelum azan Shubuh. Baik berbuka maupun sahur dilakukan dengan sederhana dan tidak berlebihan.

Hadis dari Anas bin Malik, misalnya mengisahkan seperti apakah santapan Rasulullah saat berbuka. Dikisahkan, untuk berbuka Nabi Muhammad mengonsumsi beberapa biji kurma kering atau kurma basah. Jika keduanya tidak ada, cukup meneguk sejumlah tegukan air putih. Menu yang sama juga sering disantap kala sahur.

Agar lebih bertambah berkah, Rasulullah tak melewatkan detik-detik berbuka untuk memanjatkan doa. Waktu berbuka, termasuk masa tatkala doa sangat potensial untuk dikabulkan. Hadis Abdullah bin Umar dari Abu Daud menukil bahwasanya, Rasulullah selalu berdoa saat berbuka puasa.

Syekh Faishal mengungkapkan hikmah di balik tuntunan berbuka dan menyantap makan sahur. Kedua amalan sunah tersebut sangat ditekankan oleh Rasulullah, salah satunya sebagai batas perbedaan antara puasa dalam Islam dan tata cara puasa yang berlaku di kalangan Ahli Kitab.

Tradisi puasa Yahudi dan Nasrani, tidak dikenankan anjuran menyegerakan berbuka atau menyantap sahur. Ini tergambar dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan Muslim.

Terpopuler