Berbeda Awal Puasa, Tetap Saudara, Toh (1)

Red: Chairul Akhmad

Kamis 26 Jun 2014 17:03 WIB

Pemantauan hilal awal Ramadhan. Foto: Republika/Agung Supriyanto Pemantauan hilal awal Ramadhan.

Oleh: Nashih Nashrullah

Sebagai orang awam, saya masih bisa merasakan bagaimana efek perbedaan Ramadhan dan Syawal yang terjadi pada 2011. Tak henti-hentinya ada pesan pendek di Blackberry Messenger yang isinya rentetan klaim dan nada saling menyalahkan.

Bahkan, sebagiannya mencatut orang nomor satu di Kementerian Agama. Tokoh tersebut diisukan meminta maaf kepada publik lewat media akibat kesalahan penetapan awal Syawal. Padahal, berbagai kabar itu ia tepis mentah-mentah di berbagai kesempatan.

Tak diketahui, siapa dan apa motif penyebar kabar burung tersebut. Meskipun, di tingkat akar rumput pengaruh isu miring itu sangat kuat lalu menimbulkan kegamangan luar biasa. Tak terkecuali saya. Dan, bukan mustahil, potensi serupa akan muncul pada kemudian hari.

Padahal, sikap saling klaim tak perlu terjadi bila semua pihak saling legowo dan meletakkan perbedaan itu sebagai sebuah hasil ijtihad fikih. Dalam berijtihad, selama masing-masing memiliki argumentasi kuat, eksistensi pendapatnya diakui dalam tradisi keilmuan.

Kullun yutrak wa yu’khadz kalamuh, bila berkenan mengikuti salah satu opsi, silakan. Kalau tidak cocok, masih ada opsi yang lain, dan terbuka pula peluang mengambilnya. Sederhana sebetulnya, lagi-lagi itu dari segi kacamata saya, selaku pribadi awam.

Dalam diskursus kajian fikih, perbedaan semacam ini pernah berlangsung pada era salaf. Salah satunya seperti yang dikutip oleh Muslim dalam kitab sahihnya. Ia mengisahkan, Muawiyah di Syam (kini Suriah) pernah memutuskan puasa telah dimulai berdasarkan pengamatan hilal.

Ketetapan ini tak serta-merta diterima oleh Ibnu Abbas. Tokoh berjuluk Tarjaman Alquran (penerjemah Alquran) itu menolak ketetapan Muawiyah. Ini karena di Madinah, tempatnya berdomisili, hilal belum tampak. Saling tudingkah mereka? Sama sekali tidak. Alhasil, ada dua versi Ramadhan, di Syam dan Madinah.

Persoalan itsbat memang agak sedikit pelik. Nyaris tidak pernah terjadi kesepakatan. Bukan hanya di level nasional, melainkan juga internasional. Mungkin mereka sepakat untuk tidak sepakat. Lebih dari 20 konferensi telah digelar, tetapi tetap saja perbedaan masih terjadi.

Terpopuler