REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG -- Sejumlah pedagang timun suri di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menilai maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian komersil turut berdampak pada berkurangnya pasokan timun suri di pasaran menjalang Ramadhan.
"Lahan perkebunan timun suri di Kabupaten Bekasi semakin berkurang setiap tahunnya. Jadi wajar kalau pasokannya semakin berkurang," kata Yanto (55) pedagang timun suri di Jalan Arteri Kalimalang, Cibitung, Rabu (25/6).
Menurut dia, pasokan utama timun suri di Bekasi selama ini berasal dari lahan pertanian di Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara. "Kalau dulu memang lahan pertanian buah timun suri di Desa Srimukti sangat luas. Tapi sekarang sudah banyak yang berubah jadi perumahan," katanya.
"Dulu saya bisa memasok pembeli dari Bandung, Karawang, Kota Bekasi, hingga Jakarta. Buahnya dulu dari sini bisa sampai ke Tanjung Priok, Campaka Putih, Pasar Induk Kramat Jati, Bekasi Kota, dan Tangerang. Tapi sekarang, buat di Bekasi saja masih susah," katanya.
Selain alih fungsi lahan, kata dia, cuaca hujan yang berkepanjangan juga menjadi salah satu faktor berkurangnya pasokan timun suri akibat gagal panen. "Tahun lalu pasokannya sangat sedikit, karena buahnya kecil-kecil dan banyak yang gagal akibat musim hujan," katanya.
Menurut dia, kondisi itu juga memicu berkurangnya pendapatan para pedagang timun suri di wilayah setempat.
"Memasuki bulan Ramadhan, keuntungan bisa mencapai Rp1 juta lebih. Tapi keuntungan itu selalu berkurang setiap tahun karena pedagangnya pun tambah banyak, sementara pasokan sedikit," katanya.
Dia menambahkan, para pedagang terpaksa menaikan harga jual buah tersebut demi menutupi kerugian. "Saya jualnya mulai dari Rp8.000 hingga Rp15.000 per buah tergantung ukuran," katanya. Harga tersebut, naik sekitar Rp500 hingga Rp1.000 dari tahun sebelumnya.