Problem Kalender Islam (2)

Red: Chairul Akhmad

Rabu 25 Jun 2014 16:56 WIB

Pemantauan hilal awal Ramadhan. Foto: Republika/Agung Supri Pemantauan hilal awal Ramadhan.

Oleh: Susiknan Azhari*

Ada pertanyaan yang perlu diajukan, mengapa teori visibilitas hilal lebih populer di lingkungan astronom?

Menurut penulis, para astronom, sesuai dengan era perkembangan awalnya, masih dipengaruhi oleh pola pikir positivistis-empiris. Meskipun demikian, dalam hierarki dan klasifikasi hisab, wujudul hilal dan visibilitas hilal masuk satu rumpun, yaitu hisab ijtimak dan posisi hilal di atas ufuk.

Sekilas tampak jelas bahwa keduanya bersumber dari pemahaman dan pengalaman serta memiliki tingkat kepastian yang sama. Namun dalam perjalanannya, implementasi visibilitas hilal di Indonesia tidak sesuai konsep awal yang dirumuskan.

Dalam praktiknya, visibilitas hilal hanya digunakan sebagai pemandu observasi hilal, khususnya dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal.

Mohammad Syawkat Audah menyatakan, saat ini dunia Islam yang memiliki kalender Islam yang mapan adalah Turki dan Malaysia. Keduanya secara konsisten menggunakan teori visibilitas hilal sejak Muharam hingga Zulhijah tanpa menunggu hasil observasi.

Pernyataan ini dalam konteks Indonesia mengisyaratkan bahwa wujudul hilal lebih mapan dan memberi kepastian dalam struktur kalender Islam dibandingkan visibilitas hilal.

Artinya, visibilitas hilal yang digunakan Pemerintah Indonesia belum diakui di tingkat global. Sebab, dalam praktiknya untuk menentukan awal bulan Qamariah, khususnya awal Ramadhan dan Syawal, masih harus menunggu hasil observasi. Dengan kata lain, visibilitas hilal yang digunakan tidak sesuai makna asal.

Penulis sudah lama mengusulkan agar dibentuk tim observasi awal bulan Qamariah. Salah satu tugas tim adalah melakukan observasi setiap awal bulan Qamariah secara berkesinambungan. Dari sinilah diperoleh data yang autentik.

Tim terdiri dari berbagai unsur (ormas, akademisi, dan praktisi). Dengan kata lain, tim merupakan gabungan antara “insinyur” dan “tukang”. Keduanya diperlukan sesuai kapasitas masing-masing

*Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terpopuler