Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, Penegak Kebenaran (2)

Red: Chairul Akhmad

Rabu 25 Jun 2014 10:02 WIB

Abu Lubabah adalah salah seorang pahlawan Muslimin. Foto: Blog.reuters.com Abu Lubabah adalah salah seorang pahlawan Muslimin.

REPUBLIKA.CO.ID, Tak lama setelah itu, pecahlah Perang Badar antara kaum musyrikin dan kaum Muslimin.

Begitu Abu Lubabah mengetahui Rasulullah tengah mempersiapkan diri menyambut peperangan, ia pun bersiap-siap dan menemui Rasulullah dengan senjata di tangannya.

Akan tetap Rasulullah tidak mengizinkan Abu Lubabah ikut dalam perang. Ia diamanahkan mewakili beliau menjaga Kota Madinah. Penjagaan keamanan dan ketertiban kota itu tidak kurang pentingnya dengan perang di medan laga.

Abu Lubabah diberi tanggungjawab memelihara keamanan dan keselamatan penduduk kota Madinah. Ia juga diberi amanah menjaga keamanan dan keselamatan pepohanan dan buah-buahan, memenuhi kebutuhan warga yang kelaparan dan semua kebutuhan lain, sampai pasukan Islam kembali dari medan laga.

Abu Lubabah mematuhi perintah dan tugas dari Rasulullah dengan baik. Ia memimpin Kota Madinah dan mempersiapkan bekal yang mungkin dibutuhkan oleh pasukan yang sedang berperang, dan menggalakkan pembuatan senjata perang siang dan malam, sehingga pasukan Muslimin memiliki persenjataan dan perbekalan yang lengkap.

Dalam penyerbuan Rasulullah SAW ke perbentengan Yahudi Bani Quraizhah, Abu Lubabah ikut bersama beliau, dan pemimpin pemerintahan di Madinah diserahkan kepada Abdullah ibnu Ummi Maktum.

Rasulullah bersama para sahabatnya mengepung benteng Bani Quraizhah selama 25 malam, sehingga mereka hidup dalam kekurangan dan ketakutan.

Mereka kemudian mengirim seorang utusan kepada Rasulullah, meminta Abu Lubabah bin Mundzir dikirimkan kepada mereka untuk dimintakan pendapatnya. Rasulullah memerintahkan Abu Lubabah pergi menemui mereka.

Sebelumnya, Rasulullah meminta pendapat mereka agar yang akan memberikan keputusan adalah Sa'ad bin Mu'adz. Begitu anak-anak dan istri-istri mereka melihat Abu Lubabah datang, mereka menangis meraung-raung, memohon belas kasihannya. Sudah tentu, Abu Lubabah sebagai manusia tidak bisa menyembunyikan rasa iba dan harunya kepada mereka.

"Kami sudah mengatakan bahwa penduduk Madinah pada umumnya berhati lembut dan berjiwa pemaaf. Kasih sayangnya kepada sesamanya sangat besar," kata mereka.

Tentu saja Abu Lubabah, sebagai manusia, terpengaruh dengan ucapan ini. Mereka bertanya, "Wahai Abu Lubabah, bagaimana pendapatmu, apakah kami akan tunduk kepada putusan Sa'ad bin Mu'adz?"

Terpopuler