Puasa Tazkiyatun Nafs dan Jasad (4)

Red: Chairul Akhmad

Selasa 24 Jun 2014 17:58 WIB

Puasa disebut sebagai ibadah yang sangat tua. Foto: Republika/Tahta Aidilla Puasa disebut sebagai ibadah yang sangat tua.

Oleh: Dr Syamsuddin Arif*

Sebagaimana ditegaskan AJ Carlson, profesor fisiologi di Universitas Chicago, Amerika Serikat, seorang manusia normal yang sehat bisa bertahan hidup 50 hingga 75 hari tanpa makanan, asalkan tidak terkena unsur-unsur toksik dan atau tekanan emosi.

Cadangan lemak dalam tubuh manusia diyakini lebih dari cukup untuk memberinya tenaga untuk bekerja selama beberapa minggu.

Di atas itu semua, puasa merupakan ibadah transformatif. Puasa sebagaimana disyariatkan niscaya mengubah diri Anda menjadi orang bertakwa. La‘allakum tattaqun, firman Allah dalam kitab suci Alquran (QS al-Baqarah [2]: 183).

Kalau latihan militer bisa mengubah seseorang yang asalnya lemah lembut lagi penuh kasih sayang menjadi keras dan bengis tak mengenal belas kasihan maka latihan Ramadhan dapat mengubah seseorang yang tadinya fasik (banyak melanggar hukum Allah) atau munafik menjadi saleh dan bertakwa kepada Allah.

Dan, ini logis kalau kita ingat bahwa puasa itu merupakan ibadah rahasia, bukan ibadah publik yang dapat disaksikan oleh orang lain, seperti halnya shalat, zakat, dan haji. Hanya Allah dan kita sendiri sebagai pelakunya yang mengetahui apakah kita berpuasa ataukah tidak.

Dampak transformatif ini juga terkait dengan kecerdasan emosi. Daniel J Goleman (1995) mengutip penelitian seorang psikolog terhadap sejumlah anak-anak TK usia empat tahun. Anak-anak ini dipanggil satu per satu oleh guru mereka ke dalam sebuah ruangan dan disuguhkan sepotong kue lezat di atas meja.

Sang guru berkata, “Bu Guru akan keluar sebentar dan kamu boleh makan kue ini, tetapi kalau kamu tunggu beberapa menit sampai Bu Guru datang, kamu akan dapat dua (ditambah sepotong lagi).”

*Dosen Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo

Terpopuler