REPUBLIKA.CO.ID, DETROIT -- Setiap harinya, ustaz Dawud Walid mempublikasikan 15-20 Tweets perhari di jejaring sosial Twitter. Disetiap tweet-nya, Dawud membahas isu-isu terkait dengan agama, pemerintahan, dan keadilan sosial. Setiap Tweet, banyak respon beragam dari 6.000 followernya.
Namun, tak lama lagi Ramadhan tiba. Walid pun berpikir untuk jeda sejenak dan berkonsentrasi beribadah. "Saya berencana untuk tidak aktif sama sekali," kata dia seperti dilansir Thehuffingtonpost.com, Senin (23/6).
Alasan Walid untuk berhenti aktif di Twitter selama Ramadhan cukup menarik. Maklum, tak sedikit dari tweets yang pada akhirnya mendorong perasaan dengki dan sifat yang bertolakbelakang dengan semangat Ramadhan.
Ada satu kajian menarik yang dilakukan Otoritas Kesehatan Dubai. Dalam kajiannya, otoritas tersebut memaparkan tips menyempurnakan ibadah puasa seornag Muslim adalah tidak berinteraksi di jejaring sosial. Namun, sebuah survei lain di Timur Tengah memperlihatkan dampak berbeda. Jejaring sosial justru memberikan kesempatan kepada setiap Muslim untuk berdakwah.
Ini artinya, terlepas dari positif atau negatif berinteraksi di jejaring sosial tergantung dari perpektif pribadi masing-masing. "Urusan lapar fisik itu sangat mudah. Tapi psikologis dan pemikiran itu yang sulit," komentar Walid.
Yang dimaksud psikologis dan pemikiran itu antara lain bagaimana seorang Muslim dapat menghindari pembicaraan yang sia-siap. Ini sederhana, tapi cukup mengena.
Saud Inam, pengusaha Muslim yang menetap di Atlanta pun berpendapat sama. Ia memutuskan untuk sementara tidak aktif berinteraksi di jejaring sosial. Ia memilih untuk berkonsentrasi pada ibadah. "Saya melihat jejaring sosial memiliki informasi yang berlebihan. Bila diibaratkan, informasi itu seperti lubang kelinci yang membuat Anda bisa tersesat," kata dia.
Selain non-aktif di Twitter, Inam juga berencana membatasi akses internet, utamanya jejaring video, Youtube. "Saya ingin memastikan, Ramadhan ini saya tidak memiliki gangguan apapun," kata dia.
Cendikiawan Muslim, Hussein Rashid menilai menjauhi hal-hal yang dapat merusak nilai puasa merupakan sikap bijaksana. Ini artinya, pribadi yang bersangkutan memahami konteks apa yang dihadapi.
"Saya memahami itu, namun dalam konteks pribadi, saya ingin menjadikan jejaring sosial sebagai bagian dari kehidupan spiritual saya. Maksudnya, saya ingin menginspirasi orang lain. Misalnya saja dengan membuat hastag Alquran, " kata dia.