Dugder Tradisi Sambut Ramadhan yang Penuh Makna

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agung Sasongko

Ahad 22 Jun 2014 17:24 WIB

Tradisi Dugder Semarang Foto: Republika/Bowo Pribadi Tradisi Dugder Semarang

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG —Greget semarak ‘pesta rakyat’ setiap menjelang datangnya Ramadhan kian terasa di Kota Semarang. Ratusan pedagang aneka gerabah terus berdatangan untuk  menyongsong tradisi Dugder yang juga menjadi penanda awal dimulainya bulan puasa bagi umat Islam ini.

 

Mereka mulai menempati beberapa sudut pedestrian sejumlah jalan protokol di ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini. Pemandangan ini jamak terlihat di kawasan Jalan Pemuda, jalan H Agus Salim dan Jalan Imam Bonjol serta seputar pasar Induk Johar, Kota Semarang.

 

Umumnya, mereka merupakan pedagang musiman asal kabupaten Jepara, Kudus dan Kabupaten Blora (Jawa Tengah) serta Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Tak ketinggalan, berbagai piranti wahana permainan anak- anak seperti komedi putar, tong stand dan lainya, juga mulai berdatangan.

 

Dugderan biasanya diselenggarakan mulai dua pekan sebelum Ramadhan tiba. Puncak acara tradisi Dugder ini berupa pawai yang diikuti ribuan warga kota semarang. Sebagai penutup tradisi ini, dilakukan pengumuman awal puasa –hasil halaqah-- oleh ulama bersama Wali Kota Semarang.

 

Mursid (40), pedagang gerabah asal Bojonegoro mengaaku telah mengais untuk dari tradisi ini sejak 11 tahun silam. Setiap perayaan Dugder, ia selalu ‘mremo’ ke Semarang. Karena keuntungannya memang menggiurkan. “Meski sekarang banyak mainan moderen, mainan khas Dugder masih memiliki pangsa,” ujarnya, Ahad (22/6).

 

Dalam sehari, jelasnya, ia bisa meraup keuntungan bersih Rp 100 ribu dengan menjual aneka mainan yang terbuat dari gerabah. Seperti celengan, guci, cobek, cangkir, tungku mainan dan sebagainya, dengan harga mulai dari Rp 1.000 sampai Rp 75 ribu.

Menurutnya, celengan –model sapi, harimau-- adalah dagangan wajib pada tradisi Dugderan. Celengan merupakan simbol ihtiar menabung. Baik tabungan materiil untuk merayakan Lebaran, tetapi juga menabung amalan dan kebajikan selama bulan Ramadhan dan bulan-bulan berikutnya.

”Sehingga, --secara filosofi-- kebiasaan baik di bulan Ramadhan akan  terus dilakukan hingga sebelas bulan berikutnya,” tambahnya.

 

Terpopuler