Pemerintah Tunggu Itsbat

Rep: c61/c78/ Red: Damanhuri Zuhri

Rabu 18 Jun 2014 11:52 WIB

 Sidang Itsbat penentuan 1 Syawal 1433 H di Kenterian Agama, Jakarta, Sabtu (18/8).(Yudhi Mahatma/Antara) Sidang Itsbat penentuan 1 Syawal 1433 H di Kenterian Agama, Jakarta, Sabtu (18/8).(Yudhi Mahatma/Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh; Edy Setyoko

PBNU akan berkoordinasi dengan pemerintah dalam penetapan awal Ramadhan.

BEKASI – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan menunggu sidang itsbat dalam penentuan awal Ramadhan. Ia juga meminta umat Islam tak perlu mempersoalkan jika ada perbedaan penetapan awal Ramadhan.

Perbedaan kerap terjadi karena perbedaan dalam metode saat menentukan Ramadhan. Justru perbedaan bisa menjadi momen bagi umat Islam di Indonesia untuk mengekspresikan sikap toleran.

“Perbedaan tidak perlu dipermasalahkan, sesama umat Islam harus saling menghormati,” kata Lukman, Selasa (17/6).

Lukman Saifuddin menegaskan sikapnya tersebut seusai acara peresmian Kampus IV Universitas Islam As-Syafi’iyah, di Bekasi.

Pada Senin, Pimpinan Pusat Muhammadiyah resmi mengumumkan 1 Ramadhan 1435 Hijriyah jatuh pada 28 Juni 2014.  Pemerintah akan menentukannya melalui sidang istbat yang akan melibatkan ormas-ormas Islam.

Penetapannya juga berdasarkan hasil pengamatan bulan baru atau hilal secara langsung. Menurut Lukman, sampai saat ini Kementerian Agama (Kemenag) belum ada keputusan tanggal penyelenggaraan sidang istbat.

Kemenag akan terlebih dahulu menyelenggarakan lokakarya selama dua hari. Yakni 26 dan 27 Juni 2014, setelah itu baru akan dilakukan sidang itsbat. Namun ia mengaku tanggal pasti pelaksanaan sidang itsbat belum diputuskan.

Ia berharap, penetapan awal Ramadhan dan satu Syawal dapat dimusyawarahkan dengan baik. “Kalau tidak bisa sama karena masing-masing punya metodologi masing masing sesuai keyakinannya maka harus arif menyikapi perbedaan itu.’’

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) belum menetapkan Ramadhan karena berkoordinasi  lebih dulu dengan pemerintah. ‘’Itsbat hanya formalitas dan kita tetap akan melihat hilal,’’ kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj.

Para petugas disebar ke sejumlah wilayah untuk mengamati hilal. Misalnya di Bawean, Gresik dan Situbondo serta Aceh. Ia menyatakan PBNU lebih memilih metode rukyat atau mengamati hilal dibandingkan hisab atau perhitungan.

Said mengatakan, bukan berarti NU tak bisa menghitung. ‘’Ahli falak kami sudah sangat pintar. Buktinya, di bulan-bulan lain hitungannya tepat.’’

Khusus Ramadhan dan Syawal, kata kiai Said Aqil, tetap harus mengamati hilal meski sudah melakukan hisab. ''Ahli falak kita sudah sangat pintar, buktinya di bulan-bulan lain kita tepat kok,” tuturnya.

Namun, khusus bulan Ramadhan dan Syawal, kata dia, tetap harus melihat hilal meski sudah melakukan penghitungan.

Keluhkan miras

Secara terpisah, warga Tasikmalaya, Jawa Barat, Odi Junaidi (43 tahun) mengeluhkan di kotanya masih marak minuman keras dan pekerja seks komersial. Padahal kata dia, Ramadhan sebentar lagi datang.

Ia sering melihat remaja belasan tahun pesta minuman keras di gang dekat rumahnya. Ia mempertanyakan kemampuan pemerintah daerah menanggulangi masalah ini. Padahal sebentar lagi Ramadhan, mestinya bersih dari hal seperti itu.

Di sisi lain, ia mengeluhkan bebasnya pekerja seks komersial. Mereka bebas bergerak di warung remang-remang hingga pusat perbelanjaan. ‘’Jika semua ini dibiarkan akan mengganggu kekhusyukan berpuasa,’’ katanya.

Kapolres Kota Tasikmalaya AKBP Noffan Widyayoko berjanji merazia minuman keras dan pekerja seks komersial. Masyarakat maupun oknum kepolisian yang terlibat akan ditindak. Tiga hari lalu, kepolisian berhasil menyita 167 botol minuman keras.

Sementara itu, masyarakat di empat kecamatan di Boyolali, Jawa Tengah masih melestarikan tradisi sadranan dalam menyambut bulan suci. Ini terjadi di Kecamatan Selo, Ampel, Musuk, dan Cepogo.

Selain masyarakat yang tinggal di sana, mereka yang merantau sengaja pulang kampung. Tradisi ini dimulai dengan membersikan makam leluhur.