Pakaian Baru Hingga THR Menteri

Rep: Irfan Abdurrahmat/ Red: Mansyur Faqih

Sabtu 10 Aug 2013 23:59 WIB

Panti Jompo (ilustrasi) Foto: Antara Panti Jompo (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BULAK KAPAL -- Nek Hadi (67 tahun) dan Kek Abdurrahman (65) tampak sumringah saat bercerita Republika, Sabtu (10/8). Ia mengisahkan mengenai baju baru dan Tunjangan Hari Raya (THR) pemberian pengelola Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Budhi Dharma Bekasi Jawa Barat dan buah tangan menteri sosial.

Perbincangan siang itu dimulai dengan tema suka duka saat lebaran kemarin. Nek Hadi menceritakan, lebaran di panti merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan. Pelayanan yang diberikan pengelola panti yang baik ditambah lagi dengan hadirnya Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri saat malam takbir menjadi suatu hal yang berkesan bagi perempuan paruh baya ini.

Wanita yang telah menetap selama 10 tahun ini menceritakan awal mula dia bisa sampai di panti. Agustus 2003 silam, Hadi ditinggalkan suami tercintanya yang terserang penyakit darah tinggi. Beban hidup harus membesarkan 14 anaknya ini menjadi cerita pembuka dia terpaksa hidup sebatang kara di panti. Dia mengaku tak sanggup membesarkan serta menyekolahkan tiga anaknya yang masih mengenyam bangku pendidikan.

Nek Hadi menjelaskan, lebaran hari pertama mengunjungi kediaman putra sulungnya di Pondok Ungu Kota Bekasi. Kebijakan panti yang membolehkan untuk keluar panti membuat Nek Hadi bisa leluasa menyambangi putra-putrinya.

Tiga anak bungsunya ini terpaksa dititipkan ke putra tertuanya untuk dibesarkan agar bisa menjadi orang sukses. Hal tersebut semakin diperparah dengan kondisi anak bungsunya yang menderita keropos tulang hingga kedua kakinya terpaksa diamputasi.

Sorot muka Nek Hadi mendadak berubah ketika ditanyakan ada tidaknya kunjungan dari anaknya saat lebaran kemarin. Dia menjelaskan, anaknya biasa lebih memilih mengunjungi mertuanya dibandingkan datang ke panti.

Namun, dengan berbesar hati Nek Hadi berdalih, sudah sepantasnya orang tua yang mendatangi anaknya. "Masa anak yang datang ke orang tua sih. Sebaiknya orang tua yang mengayomi anak dengan cara mendatanginya," ujarnya.

Nek Hadi lebih bahagia ketika berada di panti dibandingkan bersama anaknya. Di panti, Nek Hadi mengakui lebih bahagia dengan segala ketenangan yang didapatkannya. "Sejauh ini selama kita bersyukur dengan pelayanan panti pasti bahagia. Jarang ada warga panti yang ingin keluar dari sini," ujarnya.

Kek Rahman juga mengaku merasa damai hidup di panti. Terlebih lagi saat mengingat apa yang dialaminya hingga harus hidup di tempat tersebut. Beberapa tahun lalu, dia bersama putra tunggalnya bekerja di sebuah perusahaan milik pemerintah di Maluku Utara.

Saat bekerja itu, Kek Rahman seakan dipermainkan oleh putra kesayangannya. Dia menjelaskan, putranya tersebut pindah ke Semarang sembari membawa upah kerja Kek Rahman selama bekerja di Maluku Utara. Dia pun mencari satu-satunya putra kesayangannya itu bersama istri tercinta hingga ke Pulau Jawa. Malang uang yang Rahman bawa bersama istrinya tak cukup untuk menemukan keberadaan putranya ini.

Dengan bantuan kepolisian dia bersama istrinya diantarkan ke panti. Istrinya hingga sakit-sakitan memikirkan keberadaan putranya. Istri tercintanya pun mengakhiri hayatnya di panti. Beban pikiran serta penyakit batu ginjal istrinya seakan menambah beban Kek Rahman.

Namun, Kek Rahman dan Nek Hadi tetap sumringah dengan kisah masa lalunya. "Masa lalu biar berlalu. Sekarang saatnya mensyukuri apa yang kita terima saat ini," ujar mereka berdua.

Hal unik yang mereka rasakan selama di panti sangat menggelitik. Nenek dan kakek yang berada di panti terkadang selalu berdalih saat diarahkan untuk senam pagi bersama. Tapi, ketika ada tamu dari perusahaan ternama, seluruh penghuni panti Budhi Dharma tanpa diperintahkan pun langsung memenuhi ruangan aula. 

Terpopuler