Inilah Etika Menyambut Hari Raya Idul Fitri

Red: Heri Ruslan

Jumat 09 Aug 2013 06:53 WIB

 Umat Muslim tengah mengikuti Shalat Idul Fitri di pelataran jalan Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (8/8).  (Republika/ Yasin Habibi) Umat Muslim tengah mengikuti Shalat Idul Fitri di pelataran jalan Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (8/8). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah

Tampil menarik saat Idul Fitri, mengenakan pakaian yang laik tidak harus baru dan bagus. Memakai wangi-wangian merupakan bentuk sunah yang dianjurkan menyambut Idul Fitri. 

Jabir bin Abdullah bertutur, Rasulullah sengaja menyimpan dua potong baju yang khusus dikenakan di Idul Fitri. Hal ini mengilhami para sahabat. Abdullah bin Umar tiap kali Lebaran mengenakan busana yang paling bagus. Idul Fitri merupakan momentum istimewa bagi Muslim. 

Karena di hari itulah, seorang Muslim meneguhkan diri sebagai pribadi yang kembali ke fitrah. Fitrah sebagai makhluk individu yang saleh dan bagian tak terlepaskan dari sosial kemasyarakatan. Ada rangkaian etika yang penting diperhatikan untuk memaksimalkan potensi pahala pada awal Syawal tersebut. Apa saja etika atau adab yang dimaksud? 

Syekh Muhammad Shalih Al Munjid dalam bukunya berjudul Al Id Adabuhu waw Ahkamuhu memaparkan beberapa panduan yang penting diketahui oleh Muslim menjelang Idul Fitri. Baik yang berkenaan dengan hukum fikih ataupun tuntunan yang pernah diajarkan Rasulullah SAW. 

Ia mengemukakan beberapa perkara sunah yang dianjurkan sebelum melaksanakan shalat Id. Di antaranya, kebiasaan yang kerap dilakukan para sahabat sebelum berangkat shalat ialah membersihkan diri dengan mandi. 

Ini seperti yang dinukilkan dari Al Muwatha. Abdullah bin Umar selalu menyempatkan mandi sebelum berangkat ke masjid pada hari raya. Menurut Imam Nawawi, para ulama bersepakat soal sunah mandi sebelum shalat Id. Bila kala hendak menunaikan shalat Jumat saja dianjurkan mandi, tingkat kesunaan mandi pada hari raya jauh lebih besar. 

Aktivitas sunah lain yang dianjurkan ialah mengonsumsi makanan sebelum berangkat shalat. Anas bin Malik RA berkisah tentang kebiasaan Rasululullah memakan sejumlah butir kurma beberapa saat ketika hendak keluar rumah menuju masjid.   

Ibnu Hajar menganalisis, tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kelebihan puasa pada hari itu. Entah karena sebab lupa atau faktor lainnya. Bagi mereka yang tidak mendapatkan kurma, bisa menggantinya dengan alternatif menu makanan ringan lain.

Tak lupa, ialah mengumandangkan takbir sejak malam sebelum shalat dilaksanakan hingga shalat selesai dikerjakan. Hal ini merupakan tradisi yang tak pernah dilupakan oleh para sahabat. Abdullah bin Umar, contohnya. Ia bertakbir sejak malam hingga imam usai memimpin shalat Id.

Adab berikutnya, yakni berhias diri secukupnya. Seperti, menggunakan pakaian yang laik, memakai wangi-wangian, dan tampil menarik pada hari kemenangan itu. Jabir bin Abdullah bertutur, Rasulullah sengaja menyimpan dua potong baju yang khusus dikenakan di Idul Fitri. Hal ini mengilhami para sahabat. Abdullah bin Umar tiap kali Lebaran mengenakan busana yang paling bagus.  

Syekh Shalih juga menyebut aktivitas berpahala menyambut Idul Fitri, yaitu saling berbagi ucapan dan doa. Diriwayatkan dari Jabir bin Nufair, para sahabat menggunakan momentum Idul Fitri untuk saling menyampaikan selamat atas kesuksesan menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Dengan harapan, segala amalan itu berdampak pada pribadi dan mendapat ganjaran-Nya.  

Puasa 1 Syawal

Syekh Shalih menggarisbawahi perihal hukum berpuasa pada hari pertama Syawal. Menurutnya, puasa pada hari tersebut tidak diperbolehkan. Larangan ini merujuk pada hadis riwayat Muslim dari Abu Said Al Khudri. 

Syekh Shalih juga menjelaskan hukum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Hendaknya, segenap Muslim menunaikan shalat tersebut. Bagi mereka yang berhalangan, seperti menstruasi pada perempuan, dianjurkan agar tetap datang meramaikannya. Sekalipun, cuma hadir di sekitar masjid. 

Ini lantaran syiar di balik shalat itu sangat besar. Karenanya, sebagian ulama berpendapat hukum shalat tersebut wajib. Ini seperti dikatakan Mazhab Hanafi. Sedangkan, Hanbali menganggapnya fardhu kifayah. Pada kalangan Mazhab Syafii dan Maliki hukumnya sunat muakad.  

Khotbah

Shekh Shalih menekankan pula pentingnya mendengarkan pesan-pesan kebajikan dalam khotbah Idul Fitri. Mayoritas ulama berpandangan hukumnya sunah, tidak wajib mendengarkannya. Ini merujuk pada hadis riwayat Abdullah bin As Saib. 

Imam Syafi’i menambahkan, mendengarkan khotbah tidak termasuk syarat sah shalat Id. Ia juga berpendapat, bila yang bersangkutan memilih beranjak pergi dan menghiraukan khotbah, hukumnya makruh. Kendati ia tidak wajib mengulangnya.           

Terpopuler