Imam Istiqlal: Ada Kesalahan Makna Idul Fitri

Rep: Hannan Putra/ Red: Hafidz Muftisany

Kamis 08 Aug 2013 12:24 WIB

Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub MA Foto: Republika/Damanhuri Zuhri Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub MA

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Berbagai mubaligh dan para da'i mempublikasi, hari raya idul fitri adalah perayaan seseorang kembali kepada kesucian. Idul fitri pantas dirayakan karena telah sebulan lamanya berperang melawan hawa nafsu.

Dari sanalah banyak yang mengatakan, idul fitri adalah hari kemenangan. Kemenangan telah berhasil menakhlukkan hawa nafsu setelah sebulan lamanya. Tapi benarkah dalam kamus fikih Islam dan tatanan bahasa Arab bermakna demikian?

Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustafa Ya'qub, 'id dalam bahasa arab berarti kembali atau kejadian yang berulang-ulang. Hal ini disebabkan, idul fitri adalah sesuatu yang berulang-ulang diperingati setiap tahunnya. Sedangkan fitri artinya makan.

"Jadi bisa dikatakan, Idul Fitri adalah hari makan siang tahunannya umat Islam," jelas Ali kepada Republika, Kamis (8/8).

Ali Mustafa membantah, jika idul fitri diartikan kembali kepada kesucian, sebagaimana digembar-gemborkan para da'i dan muballigh. Baginya, pemaknaan idul fitri dengan penafsiran kembali kepada kesucian adalah penafsiran yang keliru dan tak berdasar.

Demikian juga dengan istilah zakat fitrah, apakah benar dengan berzakat dua setengah liter beras dapat mengembalikan seseorang kepada fitrah sebagaimana ia baru dilahirkan? "Fitri itu artinya makan. Kalau fitrah itu artinya kondisi manusia saat dilahirkan ke dunia," jelasnya.

Di negeri arab sendiri, zakat fitrah disebut dengan zakat fithar (zakat makan). Untuk itu, zakat harus dikeluarkan dalam bentuk makanan seperti kurma, gandum, atau beras.

Adapun menamakan zakat tersebut dengan zakat fitrah, menurut Ali Mustafa juga suatu kekeliruan. Zakat fitrah tidak bisa menjadikan seseorang suci, sebagaimana ia fitrah saat dilahirkan ke dunia. Tidak ada dalil yang sahih yang bisa dijadikan rujukan dalam hal ini.

Terpopuler