REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1434 Hijriah jatuh pada 8 Agustus 2013. "Penentuan tersebut berdasarkan ilmu pengetahuan yang hitungannya tepat," kata Ketua PP Muhamadiyah Din Syamsuddin, usai menerima kunjungan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, di Jakarta, Selasa (6/8).
Menurut Din, penetapan 1 Syawal didasarkan pada ilmu astronomi dengan melihat posisi bulan, bumi, dan matahari yang sudah akan terjadi konjungi atau berada pada satu garis lurus, pada Rabu (7/8), sekitar pukul 04.15 WIB. Jika posisi bulan, bumi, dan matahari, sudah berada pada satu garis lurus, kata dia, hal itu menunjukkan bulan berjalan akan segera berakhir dan berganti dengan bulan baru.
"Penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan ilmu pengetahuan ini sudah bisa diketahui sejak setahun sebelumnya," katanya. Selain penentuan berdasarkan posisi bulan, menurut Din, penentuan 1 Syawal juga dengan cara melihat pada saat matahari terbenam, masih ada bulan yang posisinya lebih tinggi.
"Artinya bulan masih berada di atas ufuk. Itulah hilal. Jadi, bulan ditetapkan setelah matahari terbenam ('moon set after sunset')," katanya.
Menurut Din, perhitungan itu dilakukan berdasarkan hasil hisab wujudul hilal yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Soal perbedaan penentuan, 1 Ramadhan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi rekomendasi pemerintah, menurut Din, hal itu tidak perlu dibesar-besarkan.
Ia menjelaskan, Muhamaddiyah menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan ilmu pengetahuan, sedangkan NU menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan ilmu pengetahuan dan penglihatan. "Ini soal keyakinan, jadi tidak bisa diperdebatkan," katanya.