REPUBLIKA.CO.ID -- Polisi lalu lintas tak hanya ada di darat. Di perairan, terdapat petugas yang mengatur lalu lintas kapal penumpang. Salah satunya perempuan ini. Diah Retno Waraastuti.
Malam itu, Diah baru saja bertugas mengatur keluar-masuk kapal di Pelabuhan Merak, Serang. Masih tampak lelah di gurat matanya.
Diah menjabat sebagai Supervisor Ship Traffic Center (STC) di Merak. Perempuan itu bertugas untuk memutuskan apakah sebuah kapal boleh keluar atau masuk dari dermaga.
"Arus lalu lintasnya, alurnya harus diperhatikan. Memasukkan dan mengeluarkan kapal ke dermaga itu tidak semudah yang dibayangkan orang. Aman tidak, bagaimana arusnya, bagaimana anginnya. Kita harus menginformasikan ke kapal-kapal" Ungkap Ibu anak dua ini setengah berteriak.
Pada musim mudik seperti ini, volume penumpang semakin meningkat. Kapal pun semakin banyak yang harus dioperasikan. Diah harus memutar otak dan mengeluarkan tenaga lebih besar dibandingkan tugas di hari biasa.
"Masa mudik itu, kita harus lebih sabar, lebih hati-hati juga, dan lebih mengoptimalkan kecakapan yang kita semua miliki" ungkapnya kepada RoL saat ditemui setelah selesai bertugas, Senin (5/8).
Volume penumpang yang meningkat mengharuskan wanita ini bergerak cepat dalam setiap pekerjaannya. Diah harus mengoptimalkan kecepatan bongkar muat kapal agar tidak terjadi penumpukan penumpang di pelabuhan.
Ia menuturkan, untuk mencegah kemacetan, waktu bongkar muat kapal saat harus mudik adalah 40 menit. Sedangkan, di hari biasa adalah 60 menit. Hal ini dilakukan hanya saat di arus mudik dan arus balik. "Tapi ada kapal yang kecil, targetnya 30 menit" ujar Diah.
Sebelum menjadi supervisor STC, Diah adalah seorang nahkoda Kapal. Dia bekerja sejak 1998 hingga 2008 sebagai nahkoda. Terakhir, Diah pun berpindah profesi menjadi di STC.
Diah mengenang, saat menjadi nahkoda, ia tidak bisa sama sekali mudik ataupun berkunjung ke keluarganya di Purwokerto. Diah bersyukur bisa berada di posisi sekarang, ia bisa sedikit meluangkan waktunya untuk keluarga.
"Setelah 1997 saya sudah tidak bisa mudik. Jadi sudah terbiasa, tapi memang ada sedikit rasa iri juga" tambahnya.
Diantara petugas di STC, hanya Diah yang wanita. Istimewanya, Diah menjadi perempuan pemimpin dalam satuan yang dihuni lelaki. Diah mengaku, harus memiliki ketegasan dan harus bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
"Untuk keselamatan pelayaran harus bener-bener akurat. Nahkoda juga menunggu keputusan dari STC. Tidak salah semua orang bilang saya itu galak, emang harus begitu. Saat bertugas memang harus begitu" ungkapnya.
Sebagai seorang satu-satunya wanita di STC Pelabuhan Merak, ia harus bisa memimpin mereka. Hal ini menjadi tantangan tersendiri baginya. Terkadang ada nahkoda yang koordinasinya dengan bahasa berbeda dan becanda. Diah harus langsung masuk dan menegurnya.
"Di chanel 825 mereka kaget, kalau kalian sama anggotaku, becanda terus. Kalau sama saya pasti serius. Jadi kalau saya sudah mulai masuk, mereka akan serius" ungkap Diah.
Menurutnya, menjadi STC memang bukan pekerjaan main-main. Dia harus mengukur setiap detil kapan harus mengeluarkan kapal dan memasukkannya sesuai dengan prosedur. Saat muatan sudah siap dan SIB (Surat Izin Berlayar) sudah ada di tangan nahkoda. Kapal siap keluar dari dermaga pelabuhan.
"Nahkoda tidak akan berani berlayar kalau tidak ada SIB dan ijin dari STC," tutur Diah.
Ia bercerita saat berpuasa ia harus tetap fokus bekerja sungguh-sungguh. Kalau sudah seperti itu, puasanya tidak akan terasa. Tuntutan profesi yang mengharuskannya mempercepat pemuatan dan pemberangkatan kapal.
Saat Arus Mudik seperti ini, hambatan yang ia sering alami adalah cuaca. Terutama malam hari, arus gelombang yang sedang naik dan angin yang kecang menghambat kapal untuk bersandar dan lajunya. Jika seperti itu, STC akan mempercepat bongkar muatnya.
"Anda sudah terlambat, jadi itu resiko anda. Anda harus bisa menggunakan waktu secepat dan seefisien mungkin" ujar Diah mencontohkan cara berkomunikasi dengan Nahkoda Kapal.
Jika nanti cuacanya sangat buruk dan kapal tidak bisa bersandar. Kapal terjebak di tengah Selat Sunda ataupun kecepatannya berkurang, hal itu akan terlihat di radar.
"Harus benar-benar koperatif dengan mereka. Jika ada sesuatu, maka kita akan bantu. Biasanya Nahkoda juga akan terus terang bagaimana keadaannya" ungkap Diah.
Ibu dari Dinar dan Naufa ini terkadang merasa iri kepada pemudik-pemudik di Pelabuhan Merak. Ia tidak bisa mudik ke daerah asalnya di Purwokerto, Jawa tengah. Begitu juga dengan suaminya yang bekerja di ASDP.
"Anak-anak diambil dulu sama pamannya atau neneknya" ungkapnya. Bersama suaminya, Diah baru bisa mudik pada H+7, saat arus mudik dan arus balik selesai. Itupun waktunya bukan libur kerja tetapi ambil cuti.
"Jadi orang-orang selesai mudik, saya baru mudik. Walaupun cuma 3 atau 4 hari yang penting bisa ketemu orang tua dan keluarga karena orang tua saya masih ada" tambahnya.
Ia berpesan kepada pemudik untuk terus berhati-hati dan bersabar. Menurutnya, petugas sudah berusaha untuk mempercepat waktu yang ada, sehingga jangan terburu-buru. "Jaga emosi, semua orang ingin cepat berangkat dan cepat sampai tuju,tetapi semua itu ada prosedurnya."