REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Lebaran di kampung halaman menjadi magnet kuat bagi sebagian orang untuk mudik, meski terkadang memaksakan diri. Hanan (42 tahun) contohnya, ia dan lima rekannya sesama pengemudi bajaj nekat pulang kampung ke Indramayu, Jawa Barat, menggunakan kendaraan roda tiga itu.
Sejumlah barang pun memenuhi bajaj yang mereka kendarai. Alat pemasak nasi, kasus, hingga sepeda kecil diangkut keenam pengemudi bajaj yang biasa mangkal di Tanah Abang itu.
Ketika rombongan Bajaj itu memasuki Jalan Sersan Aswan Kota Bekasi, suara bising knalpot menjadi perhatian warga. Sayangnya, saat ROL mencoba naik ke dalam kabin penumpang bajaj milik Hanan, sudah tidak ada ruang untuk duduk karena banyaknya barang yang dibawa. Apalagi, di dalam bajaj tersebut sudah terisi istri Hanan, Nar (45) dan dua anaknya, Razak (10) dan Rizal (8).
Memasuki Jalan Teuku Umar perbatasan Kabupaten Bekasi, rombongan bajaj yang dikendarai Hanan, Yasin, Caswan, Rasmin, Yanto dan Ginan memilih beristirahat. Sama seperti Hanan, kelima rekan seprofesinya juga membawa keluarga mereka mudik ke Indramayu. Kepada ROL, Senin (5/8), Hanan mengungkapkan alasannya mudik menggunakan bajaj karena irit bensin. Sebab, untuk sampai ke Indramayu, ia mengaku hanya mengeluarkan Rp 100 ribu untuk bensin.
Bukan hanya irit, Hanan berpendapat bajaj miliknya pun sangat efisien. Sebab, bisa memuat banyak barang dan juga bisa menampung hingga enam orang penumpang.
Diungkapkan Hanan, banyak suka dan duka saat mudik menggunakan bajaj. Contohnya saat kendaraan pemudik lain yang tak sabar dengan iring-iringan bajaj. Tak jarang bunyi klakson kendaraan lain mengusik perjalanan Hanan. Belum lagi kondisi jalanan yang bergelombang dan banyaknya lubang memaksanya meningkatkan kewaspadaan. Jika salah jalan, bajaj bisa saja terguling. Duka lainnya, saat ia harus berteriak ketika berbincang dengan anak dan istrinya lantaran bisingnya suara bajaj.
Hanan mengaku sudah menyiapkan buah tangan untuk kerabat di kampung halaman. "Kalau gak bawa apa-apa ke kampung kayaknya malu banget. Bisa keliatan kita di kota sukses apa tidaknya ya dari buah tangan ini," ujar Hanan seraya mengatakan akan kembali ke Jakarta pada H+4 Lebaran.
Lebaran bagi Hanan adalah masa rehat untuk mencari nafkah. Selain itu, Lebaran juga menjadi ajang silaturahim dengan keluarga besar.
Hanan mengaku sudah tiga tahun menjadi sopir bajaj. Daerah operasinya di sekitar kawasan Thamrin City, Tanah Abang. Namun, ia sedikit mengeluhkan tingginya harga kebutuhan pokok. "Sejak BBM naik harga melambung. Diandalkan dari narik saja tidak cukup dek. Alhasil, ibu terpaksa membuka usaha kopi di rumah," ungkapnya.
Ia juga mengaku keberatan terhadap rencana peremajaan bajaj. Hanan berdalih, selama mesin bajaj bisa hidup, dan kondisinya terawat, wacana peremajaan menurutnya belum dibutuhkan.
Dalam satu hari, Hanan mengaku hanya mampu mengantongi Rp 100 ribu. Itu pun kalau penumpang ramai. Karenanya ia berharap bajaj tidak disingkirkan. Ia hanya berharap kedua putranya bisa mengenyam pendidikan tinggi, sehingga mendapatkan nasib yang lebih baik dari dirinya.
"Cuman satu harapan saya sewaktu narik bajaj ini. Yang penting anak saya bisa bersekolah agar menjadi orang sukses," kata Hanan sembari pamit kepada ROL untuk melanjutkan perjalanan.