BPOM: Jelang Idul Fitri, Pangan Tanpa Izin Edar Marak

Rep: Fenny Melisa/ Red: Djibril Muhammad

Kamis 01 Aug 2013 22:10 WIB

    Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan uji sampel makanan di Jakarta, Rabu (24/7).  (Republika/ Yasin Habibi) Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan uji sampel makanan di Jakarta, Rabu (24/7). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pangan Tanpa Izin Edar (TIE) menjadi temuan terbanyak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam intensifikasi pengawasan pangan selama Bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 2013.

Berdasarkan hasil intensifikasi pengawasan pangan tahun 2013 hingga pekan ketiga bulan Ramadhan yang dilakukan BPOM, dari 171.887 kemasan (3.037 item) pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) paling banyak didominasi temuan pangan TIE.

"Jumlah temuan pangan TIE mencapai 130.374 kemasan atau 706 item," kata Plt Kepala BPOM Hayati Amal pada konferensi pers 'Hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan Ramadhan dan Jelang Idul Fitri 1434 H' di kantor BPOM Kamis (1/8).

Menurut Hayati pangan TIE merupakan salah satu dari empat pangan TMK. Tiga pangan TMK lainnya yaitu pangan rusak, pangan kadaluarsa, dan pangan TMK label.

Ia mengungkapkan pada temuan BPOM jelang Idul Fitri, pangan kadarluarsa mencapai 26.505 kemasan (1.844 item), pangan TMK label  11.068 kemasan (429 item), dan pangan pangan rusak 3.907 kemasan (964 item). Kesemua temuan pangan TMK tersebut nilai ekonominya diperkirakan mencapai Rp 6,9 miliar.

Hayati menuturkan temuan pangan TIE terbanyak ada di Batam, Pekanbaru, dan Aceh dimana daerah-daerah tersebut merupakan daerah perbatasan yang menjadi pintu masuk produk dari negara lain.

Negara asal produk impor TIE, Hayati mengatakan, banyak berasal dari Malaysia, Thailand, Singapura, Italia, dan Jerman dengan jenis produk TIE yang paling banyak diimpor yaitu coklat, minuman energi, minuman kaleng, dan kembang gula.

 

Sementara itu, Hayati mengungkapkan, pangan kadarluarsa banyak ditemukan di Jayapura, Aceh, dan Kupang, dan pangan yang rusak banyak ditemukan di daerah Batam, Kendari, dan Aceh. "Untuk pangan TMK label banyak ditemukan di Pekanbaru, Makassar, dan Bandar Lampung," kata Hayati.

Menurut Hayati jika dibandingkan dengan intensifikasi pengawasan pangan tahun 2011 dan 2012, pada tahun 2013 ini hasil temuan BPOM mengalami peningkatan yang signifikan dilihat dari jumlah dan nilai temuan.

Pada 2011 ditemukan sebanyak 132.255 kemasan pangan TMK dengan nilai ekonomi sekitar Rp 3,3 miliar, dan pada tahun 2012 ditemukan 82.666 kemasan pangan TMK dengan nilai ekonomi Rp 3,3 miliar.

Lebih lanjut Hayati menyatakan BPOM telah melakukan tindak lanjut terhadap temuan tersebut antara lain melakukan pembinaan terhadap pemilik sarana, serta penegakan hukum berupa sanksi administratif seperti peringatan, perintah pengamanan di tempat, perintah pemusnahan, dan dilanjutkan pro justitia terhadap pelaku usaha yang telah berulang kali dengan jumlah besar mengedarkan produk pangan ilegal.

Terpopuler