REPUBLIKA.CO.ID,Masyarakat Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, memiliki tradisi unik dalam menyambut sekaligus menanti datangnya malam Lailatul Qadar yang biasa terjadi pada akhir bulan Ramadhan. “Biasanya, masyarakat, khususnya umat Islam, menanti malam Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil, yakni malam ke-21, 23, 25, 27, dan malam terakhir 29 Ramadhan,” kata salah seorang tokoh agama Kota Mataram, H Muhammad Yasin, di Mataram, Sabtu.
Dia menjelaskan, malam Lailatul Qadar itu hanya terjadi pada Ramadhan dan sangat didambakan umat Islam. Sebab, jika beribadah pada malam tersebut, pahalanya lebih baik dari seribu bulan. Oleh masyarakat, malam-malam ganjil tersebut disebut dengan 'maleman' dan saat 'maleman' tiba, biasanya masing-masing kampung di Mataram, seperti Kampung Perigi, Bawak bagik, Pejeruk, dan Gapuk, menyambut secara bergiliran, mulai tanggal 21 hingga 29 Ramadhan.
Masyarakat secara turun-temurun melakukan tradisi 'maleman' tersebut sejak ratusan tahun silam. Pada malam itu juga, para remaja dan kelompok tadarusan menamatkan atau mengkhatamkan Alquran. Dia menambahkan, seminggu sebelum tibanya malam-malam ganjil tersebut, warga, terutama ibu-ibu, telah menyiapkan atau membeli 'dilah jojor' atau lampu sejenis obor kecil yang dijual di pasar-pasar tradisional dengan harga Rp 10 ribu per 10 biji.
'Dilah jojor' terbuat dari kapas, buah jamplung atau buah jarak, dan lidi yang terbuat dari bambu. Cara membuatnya, kapas dan buah jarak ditumbuk bersama-sama hingga halus dan terlihat keluar minyak. Setelah itu, kapas dan buah jarak yang telah ditumbuk dililit pada lidi persis berbentuk satai pusut.
Oleh penduduk, saat 'maleman' tiba, secara beramai-ramai, mereka membakar 'dilah jojor' seusai berbuka puasa.