Meredupnya Gema Nasyid

Rep: Mg14/ Red: A.Syalaby Ichsan

Sabtu 27 Jul 2013 14:34 WIB

Festival Nasyid dan Lomba Cipta Lagu Islam 2013 Foto: Republika/Edi Yusuf Festival Nasyid dan Lomba Cipta Lagu Islam 2013

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Nasyid merupakan salah satu kesenian Umat Islam dalam tarik suara. Seni berupa lagu-lagu yang syairnya mengandung Pujian kepada Allah SWT, Kisah 25 Nabi, nasihat-nasihat, dan perjuangan jihad. 

Nasyid masuk ke Indonesia sekitar tahun 80-an. Pada awalnya, nasyid dikembangkan oleh aktivis-aktivis kajian Islam di kampus. Saat itu, syair-syairnya masih asli dalam berbahasa Arab. Tetapi, ada perkembangan nasyid dengan syair berbahasa Indonesia. 

Alamsyah Agus, mantan personil Snada mengungkapkan, nasyid terbagi dalam 4 genre yaitu Harakah (Nasyid Perjuangan), Pop, Senandung (kedaerahan), dan puji-pujian. Musisi-musisi nasyid ke-4 genre tersebut hingga kini masih aktif. Seperti Izzatul Islam yang mewakili genre harakah.

Alamsyah Agus yang kini menjabat Ketua Asosia Nasyid Nusantara (ANN) ini, mengungkapkan, secara produk nasyid hingga kini tetap ada. Contohnya, iHAQi Nasyid besutan Erick Yusuf yang baru saja meluncurkan album pada Ramadhan ini. Tetapi, tidak ada media yang mengusung penampilan para munsyid-pembawa nasyid. 

"Sangat jarang sekali nasyid bisa muncul di sebuah media. Beberapa tahun lalu, kita masih punya kesempatan untuk tampil di media" ungkap Agus saat ditemui RoL di Depok, Kamis (25/7).

Ia juga mengungkapkan, beberapa tahun lalu musik nasyid terbantukan dengan adanya ring back tone (RBT). Hanya, dengan adanya peraturan pemerintah soal RBT, Nasyid pun  harus tenggelam kembali. Hingga kini, media sebagai wadah hanya mengandalkan online seperti youtube. Sedangkan penjualan kaset dan CD tidak bisa diandalkan. 

Tidak hanya karena media, perkembangan tim nasyid pun menjadi masalah. Saat 4 atau 5 tahun yang lalu, pertumbuhan tim nasyid di kampus, sekolah ataupun di sebuah daerah masih tinggi. 

"Lima tahun yang lalu, satu daerah kecil bisa memiliki 5 atau 6 tim nasyid. Bahkan, setiap sekolah pasti punya sebuah tim nasyid" ungkap Agus. 

Adapun, tim nasyid yang baru muncul ataupun yang masih ada, kualitasnya menurun. Kemampuan mereka tidak seperti tim-tim nasyid yang meraih kejayaan pada era 90-an, bahkan untuk lima tahun lalu, kemampuan mereka pun, nilai Agus, tidak sepadan.

Apresiasi masyarakat yang sedikit juga menjadi faktor redupnya industri seni ini. Masyarakat pecinta nasyid tidak seperti 10 atau 5 tahun yang lalu. "Mereka banyak yang teralihkan ke jenis-jenis musik lain, seperti pop, Korea" ungkap Agus. 

Laki-laki yang sejak 6 tahun lalu keluar dari grup nasyid Snada ini menjelaskan, seharusnya, tim nasyid meraih kejayaan kembali pada era ini. Menurutnya, hal tersebut merujuk pada pola yang terjadi pada sepuluh tahun belakangan.

Pada tahun 2000, nasyid meningkat, kemudian menurun pada tahun 2005. Sayangnya, hingga sekarang tak juga muncul tim dengan kualitas selevel tim nasyid dahulu, meski banyak tim nasyid yang baru terbentuk.

Ia juga menjelaskan, masyarakat masih menganggap nasyid sebagai musik yang eksklusif. Musik yang berkiblat ke timur tengah. Musik yang hanya bisa didengarkan di Ramadhan. Hal ini yang mengakibatkan pecinta nasyid tidak bisa leluasa mendengarkan nasyid. 

Agus pun mengaku, berupaya untuk memunculkan kembali seni musik ini. Salah satunya adalah berkoordinasi untuk distribusi produknya sehingga penyebarannya luas. ANN juga menerima para musisi berkonsultasi mengenai hal yang berkaitan dengan manajemen, penampilan dan kemampuan bermusik. 

Secara eksternal, ANN juga bertugas untuk berhubungan dengan "Label Record". Bagian ini juga yang menjadi kesulitan tersendiri. Pasalnya, sekarang kebanyak dari "Label Record" tidak bisa menerima musik nasyid.  

"Label Record menganggap zaman untuk musik nasyid sudah selesai. Meskipun, kita sudah coba tetapi levelnya masih di lokal tetapi untuk nasional sangat sulit. Hal ini disebabkan dukungan lembaga pemerintah dan sponsor yang sulit didapatkan" ungkap Agus, Kamis (25/7).

Agus juga mengungkapkan, kesempatan musik nasyid yang mulai menghilang juga disebabkan oleh musik-musik pop yang berganti baju di bulan Ramadhan. Musik pop berganti baju menjadi musik religi yang hanya ada di bulan Ramadhan.

Dia berpendapat, masyarakat Indonesia masih "import-minded". Artinya, masyarakat Indonesia masih menganggap yang datang dari luar negeri itu lebih baik dari pada dalam negeri. Contohnya Raihan dan Maher Zain. Hingga sekarang kedua musisi tersebut masih disukai masyarakat Indonesia. 

Masalah para musisi nasyid ini adalah dukungan yang kurang besar serta dukungannya yang kurang ditampakkan. "Nasyid berada di posisi yang dibilang dilematis tetapi masih tetap berjuang" ungkap Agus. 

Terpopuler