Rezeki Penjaga Penitipan Sepatu Masjid

Red: A.Syalaby Ichsan

Jumat 26 Jul 2013 15:56 WIB

Masjid Cut Meutia Foto: www.pelitaonline.com Masjid Cut Meutia

Oleh Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, Suheri tampak pontang-panting menerima kupon bertanda khusus yang disodorkan puluhan jamaah yang baru saja menunaikan shalat Jumat di Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat, Jumat (26/7).

Ia tidak sedang membagikan sembako, melainkan sibuk mengambil sepatu jamaah yang dititipkan padanya.

Hal ini bisa dipahami. Pasalnya, hari Jumat adalah pertanda rezeki datang menghampirinya. Kalau hari biasa, hanya puluhan jamaah yang menitipkan sepatu kepadanya, saat shalat Jumat jumlahnya bisa lebih 200 orang.

Angka itu, kata Suheri, hanya bisa disaingi atau dilebihi ketika waktu shalat Idul Fitri dan Idul Adha. “Momen ini hanya terjadi seminggu sekali pada hari biasa,” katanya.

Suheri adalah salah satu penjaga penitipan sepatu yang sehari-harinya mengandalkan uluran rezeki dari jamaah. Tanpa mematok tarif, biasanya jamaah memberinya Rp 2.000 sebagai upah atas balas jasa penitipan sepatu.

Uang sebanyak Rp 400 ribu tidak dibawa pulang sendiri, melainkan harus berbagi dengan rekannya dan sebagian disumbangkan untuk masjid. “Di sini, seikhlasnya saja jamaah memberi berapa, tidak diberi ketentuan,” katanya.

Ia sudah tujuh tahun mendapatkan rejeki dengan menawarkan jasa penitipan sepatu. Menurut Suheri, biasanya hanya jamaah perkantoran yang menitipkan sepatunya. Adapun, jamaah umum yang hanya menggunakan sandal bisa meletakkannya di depan gapura pintu masuk masjid. 

Tidak ada paksaan bagi jamaah untuk menitipkan alas kaki. Cuma, ia mengimbau dengan menitipkannya ke petugas, diharapkan tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Bukan bermaksud menakut-nakuti siapa pun, ia hanya mengingatkan, kadang ada orang usil yang membawa sepatu yang bukan hak miliknya.

Pengalaman unik didapat Rifki, penjaga penitipan sepatu lainnya. Pada hari Jumat atau Lebaran, ia biasanya kewalahan untuk bisa melayani jamaah yang menitipkan sepatunya. Meski sudah dibantu beberapa teman, ia kadang masih kerepotan lantaran jamaah biasanya tidak sabaran ketika menyerahkan kupon.

Karena buru-buru ingin pulang dan enggan antre, ia seringkali dibingungkan hingga salah menyerahkan alas kaki. Sehingga, Rifki pernah beberapa kali harus menerima komplain dari jamaah yang tidak mendapatkan alas kaki yang dipakainya ketika datang ke masjid.

Peristiwa itu terjadi lantaran kekurang cermatannya akibat adanya sepatu yang tertukar karena bentuk dan warnanya mirip. 

 Kalau sudah begitu, ia hanya dapat menggantinya dengan sepatu yang tersedia di kotak penyimpanan yang bentuknya sangat mirip. “Untungnya, jamaah biasanya bersedia menerimanya. Lha, mau bagaimana lagi?” kata pria yang memakai baju koko coklat ini.