'Berbuka Besar’ di Pesantren Tebuireng

Rep: Alicia Saqina/ Red: A.Syalaby Ichsan

Kamis 25 Jul 2013 15:30 WIB

Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur Foto: Wikipedia Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur

REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang tak senang dengan aktivitas makan. Walau porsinya hanya sedikit, siapa pun orangnya pasti akan tergugah dengan aktivitas yang tentu mengenyangkan perut itu.

Begitu juga dengan yang dialami oleh para santri yang mondok di Pondok Pesantren (Pontren) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur (Jatim). Di pesantren ini, para santri selalu melalui aktivitas makan ‘besar’ setiap hari. Ya, makan dalam porsi yang besar.

Aktivitas memasak menu-menu makan santriwan-santriwati di ruang Jasa Boga pondok tak pernah berhenti. Sejumlah pekerja terlihat sibuk menangani masakannya masing-masing.

Suara-suara mesin pembakar berdesing. Kobaran api dari tiap-tiap kompor yang menyala menggerung. Hampir semua tungku kompor yang ada di ruang utama masak pesantren ini terpakai.

Rata-rata, tampak petugas yang bekerja di ruang Jasa Boga Tebuireng adalah kaum ibu. Ada yang menggoreng tahu, mengiris bawang, memasak sayur, memotong tomat, hingga menggoreng ratusan porsi telur dadar.

Sungguh mengejutkan. Ternyata, saking banyaknya porsi telur dadar yang harus dihidangkan, isi berupa cairan putih dan kuning telur yang telah tercampur diletakkan di sejumlah ember. “Ini kami masak untuk makan 2.000 porsi,” ujar Nurasyiah, salah satu petugas masak pesantrren.

Dua ribuan porsi, kata wanita yang lekat akan logat Jawa Timurnya itu, bukan berarti ia dan teman-teman harus menyiapkan telur dadar sebanyak 2.000 lapis.

Nurasyiah dan sejumlah rekannya harus mengolah menu untuk mencukupi ribuan porsi dari delapan kerat telur yang disediakan. “Delapan kerat telur ini semua hanya untuk sekali masak,” kata wanita yang sudah tiga tahun bekerja di Jasa Boga pondok. 

Dengan kata lain, delapan kerat telur ayam yang disediakan oleh penanggung jawab ruang Jasa Boga hanya dihidangkan untuk satu waktu makan. Hebatnya, di tengah-tengah tugas yang menggoda iman itu, wanita yang mengenakan penutup kepala ini tetap berpuasa.

Rekan Nurasyiah, Saturah, juga tetap berpuasa. Padahal, segala wewangian dan aroma sedap penggugah selera itu tercium kuat di area ini. Tak satu pun yang mencicipi rasa masakan yang tengah mereka olah itu.

Satu hal, petugas masak yang wanita di ruangan ini seluruhnya mengenakan penutup kepala. Jika tidak mengenakan kerudung, setidaknya wanita-wanita di ruangan sibuk itu mengenakan kain dalaman hijab.

Sementara, petugas pria yang bekerja di ruang Jasa Boga Tebuireng ini menangani hal-hal yang lebih berat, seperti memasak nasi dan air. 

Seorang staf administrasi ruang Jasa Boga Pontren Tebuireng, Fauzi, mengatakan, ada waktu tertentu untuk berbelanja segala kebutuhan makan setiap hari sebanyak kurang lebih 2.400 santri itu.

Waktu belanja pun tak setiap hari. “Tergantung. Ada yang belanja setiap hari, ada yang setiap minggu. Pasar kan dekat di sini,” ujarnya.

Fauzi menjelaskan, ternyata waktu pelayanan yang dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan makan santri tidaklah lama. Dalam setiap satu waktu makan, petugas ruang Jasa Boga pondok hanya memerlukan waktu 30 menit. “Pelayanan makan, santri dilayani porsinya satu per satu, sekitar 30 menit. Untuk sekitar 1.600 santri,” jelasnya.

Sementara itu, total kebutuhan nasi yang diperlukan untuk mengakomodasi sebanyak 2.400 porsi sebanyak 225 kilogram (kg) beras. “Sebanyak 225 kg itu, kala Ramadhan seperti ini, hanya untuk makan berbuka,” ujar Fauzi.

Untuk bahan bakar dapur di ruang Jasa Boga ini memerlukan 16 dus briket setiap hari. “Memasak menggunakan briket lebih murah, efisien, dan ramah lingkungan,” kata pria yang mengenakan koko hijau itu.

Seorang santriwan yang ditemui hendak menunaikan shalat Maghrib di pondok mengaku selalu menanti waktu-waktu makan di pesantren. Kala Ramadhan, waktu makan hanya pas berbuka dan sahur. “Makanannya enak-enak,” kata santri yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat, itu seraya tersenyum lebar. 

Terpopuler