Penganan Tradisional Serba Pisang untuk Berbuka

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: A.Syalaby Ichsan

Selasa 23 Jul 2013 14:43 WIB

Pisang Pisang

REPUBLIKA.CO.ID, Pohon pisang, hampir semua daerah di nusantara, memiliki tanaman ini. Namun tidak semua daerah memanfaatkan pohon yang sangat mudah tumbuh ini, dengan maksimal. 

Di Sulawesi Selatan, pohon pisang tergolong tanaman idola. Hampir semua bagian pohon ini, biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Sulsel. Daun pisang, umum dipakai untuk membungkus berbagai jenis masakan.

Buahnya, bisa diolah menjadi aneka ragam kue dengan citarasa tinggi.  Jantung pisang, kerap diolah menjadi sayur yang disuguhkan untuk kaum ibu yang baru melahirkan karena dipercaya bisa melancarkan produksi Air Susu Ibu (ASI). Pelepahnya, bisa dimanfaatkan saat membakar ikan ataupun sate. 

Jika di daerah perkotaan seperti di Kota Makassar, pohon pisang mungkin ditemukan di pinggiran kota saja. Tapi jangan khawatir, karena buah dan daunnya yang banyak dicari, masih mudah didapatkan. 

Saat memasuki bulan Ramadhan seperti saat ini, pisang menjadi komoditas yang sangat dicari. Tak heran, jika Ramadhan tiba, para pedagang buah pisang dan daun pisang, memasang harga lebih mahal dari hari-hari biasanya. 

Ada beberapa jenis pisang yang paling dicari, yakni pisang kepok dan pisang raja. Pisang kepok, biasanya diolah menjadi makanan tradisional khas Sulsel yakni barongko, pisang epek dan pallu butung. Sedangkan pisang raja, sering diolah menjadi penganan bernama sanggara balanda dan pisang ijo. 

Menurut Nurhayati, seorang pedagang kue-kue di kawasan Jalan Kakatua, Makassar, jika memasuki bulan Ramadhan, kue-kue berbahan pisang paling banyak dicari. ‘’Yang paling laris adalah barongko,’’ ujarnya.

Nurhayati menjual barongkonya seharga Rp 2.500 per bungkus. Itupun ukurannya relative kecil. Menurutnya, harga bahan-bahan yang melambung terutama telur, membuat dia terpaksa menaikkan harga barongkonya. 

Menurut Nurhayati, bahan utama barongko, adalah pisang kepok yang matang, telur, santan, gula pasir. Untuk membuatnya, sebetulnya sangat mudah namun butuh kesabaran. Yang pertama kali disiapkan sebelum adonan dibuat adalah ‘rumah barongko’ atau tempat cetakannya.

Cetakan barongko berupa daun pisang kepok yang dilipat persegi empat. Bagi masyarakat di Jawa, mungkin melihatnya seperti bungkusan lauk botok tahu atau botok tempe. 

Setelah cetakannya siap, semua bahan tadi dicampur menjadi satu membentuk adonan yang lembut. "Bagi yang suka memodifikasi rasa, adonan biasa ditambahkan potongan buah nangka berbentuk dadu, atau ada pula yang menambahkan keju parut,’’ kata Nurhayati. 

Adonan itu kemudian dimasukkan sesendok demi sendok ke dalam cetakan daun pisang lalu dijepit atasnya dengan lidi atau tusuk gigi.

Setelah itu, dikukus hingga matang. Barongko paling enak dinikmati dalam kondisi dingin. Tekstur kue yang lembut ibarat puding, serta air gula yang lumer di sisi adonan saat daun pisang dibuka, sangat sedap dinikmati saat berbuka puasa. 

Olahan buah pisang kepok lainnya adalah pisang epek. Makanan ini sebetulnya sangat simple. Jika barongko membutuhkan pisang kepok yang betul-betul matang, sebaliknya, pisang epek membutuhkan pisang kepok yang setengah matang. 

Untuk membuat pisang epek, pisang cukup dipanggang di atas arang, setelah itu dipipihkan dengan cara menekan menggunakan sendok kayu. Setelah itu, pisang disirami kuah yang terbuat dari campuran gula merah, dan kelapa muda parut yang dimasak hingga mengental. Jika sedang musim durian, kuah ini biasanya ditambah buah durian sehingga rasa dan aromanya lebih mantap. 

Lalu ada pula pallu butung. Pallu, dalam bahasa Makassar berarti masakan. Apakah ini bermakna pallu butung adalah masakan dari Butung atau Buton – daerah di Sulawesi Tenggara?  Entahlah. Yang pasti, es pallu butung sangat terkenal dari Makassar. 

Penganan ini dibuat dari pisang kepok atau boleh juga pisang raja yang dikukus terlebih dahulu. Setelah matang, pisang dipotong kecil-kecil. Kemudian untuk kuah siramannya, terbuat dari santan, gula pasir dan sedikit tepung terigu untuk mengentalkan.

Campuran kuah ini dimasak bersama-sama hingga mendidih dan mengental. Setelah itu, potongan pisang yang sudah dikukus, dimasukkan ke dalamnya. Pallu butung, biasanya disajikan bersama serutan es batu yang disiram dengan sirop pisang ambon (DHT) yang juga khas Kota Makassar. 

Nah, kalau penganan pisang khas Sulsel yang berasal dari pisang raja, ada pisang ijo dan sanggara balanda. Pisang ijo, hampir sama dengan pallu butung.

Bedanya, pisang ijo dibungkus terlebih dahulu dengan adonan tepung beras dicampur tepung sagu, yang ditambahkan air daun suji atau pandan, agar hijau dan wangi. Adonan tersebut dilekatkan membungkus pisang kemudian dikukus. Setelah matang, pisang ijo kemudian dipotong-potong kecil, disirami kuah santan, serta dilengkapi es serut dan sirop DHT. 

Yang terakhir adalah sanggara balanda. Sanggara dalam bahasa Bugis artinya pisang goreng. Lalu balanda, adalah panggilan untuk orang Belanda. Andi Sangaji, seorang tokoh masyarakat Bugis pernah bercerita, saat masa pendudukan Belanda di Sulsel, makanan ini adalah favorit mereka. Boleh jadi mengapa kue ini kemudian dinamai sanggara balanda. 

Untuk membuat kue ini, pisang raja dikukus lalu dibelah bagian tengahnya. Belahan pisang raja itu lalu diisi dengan kacang tanah yang dicincang kasar. Pisang kemudian dicelupkan didalam putih telur, kemudian digoreng. Setelah matang, disajikan dengan siraman air gula.  

 

 

Terpopuler