Busyro Muqoddas Memberikan Tausiyah

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Citra Listya Rini

Ahad 21 Jul 2013 18:33 WIB

Busyro Muqoddas Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah lebih dari satu pekan, umat Islam menjalani ibadah puasa Ramadhan 1434 H. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas mengimbau agar ibadah puasa ini dapat menjadi refleksi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini.

Selama berada di KPK, ia menjadi semakin tahu isi perut Indonesia, semakin tahu isi dari jeroan-jeroan masyarakatnya. Tidak ada istilah loyo dan menyerah dalam mengungkap isi perut tersebut yang berasal dari korupsi.

Menurutnya, seharusnya setiap orang melakukan ibadah puasa secara spiritual. "Puasa spiritual itu merupakan penyucian jiwa. Puasa spiritual juga merupakan perlawanan terhadap nafsi atau nafsu.

Ia menilai agama merupakan media pembebasan kemanusiaan dari penindasan. Agama juga merupakan spiritualisasi ruang-ruang publik, terutama ruang politik. Saat ini, ruang-ruang politik sangat tandus spiritual.

"Dalam bulan Ramadhan ini seharusnya tidak ada yang korupsi. Namun mungkin sudah ada yang menyiapkan untuk tindakan-tindakan korupsi," kata Busyro membuka tausiyahnya di acara buka bersama di kantor KPK, Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia menyebutkan pemikiran seperti Karl Marx yang mengatakan agama merupakan proses penderitaan serta ekspresi hati yang tidak berjiwa. Marx memiliki pendapat ini karena saat masa mudanya melihat agama yang tidak berfungsi bagi masyarakat.

"Tapi Marx muntung, tidak konsultasi dengan ulama atau pastur-pastur, lalu murtad dengan alasan agama bersifat ilusif," jelasnya.

Padahal jika ia melihat kitab dari agama lain seperti Taurat dan Injil yang sedikit ia pelajari, setiap agama mengajarkan sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang membawa manfaat. Saat pikiran-pikiran kontemplatif, ideologis dan idealis dalam agama ini masuk ke dalam ranah politik, seharusnya menjadi spiritual politik.

Dengan begitu, dengan spiritual politik seharusnya puasa juga dalam menjalankan praktik-praktik korupsi. Namun realitas politik membuat puasa seperti kepalsuan. "Realitas politik inilah kepalsuan dalam berpuasa, antara kedustaan puasa dan politik," ujarnya.

Ia pun menyebut fakta di KPK dimana perkara korupsi dalam pengadaan barang dan jasa jumlahnya sudah 'digusur' oleh kasus penyuapan. Kasus-kasus ini melibatkan banyak tokoh, aktor dan cukong-cukong politik.

"Nah di ruang publik seperti politik ini isinya seperti ini, ini fakta, seakan agama tidak hadir, ilusif kalau kata Marx, hanya diisi ruang-ruang individualis," sindirnya.

Dengan acara buka bersama ini, ia meminta agar tidak hanya sebagai acara formalitas belaka. Sedangkan dalam kondisi masyarakat dengan krisis spiritual yang secara aktif terus ada. Proses spiritualitas kita hanya bersifat basa basi yang tidak membawa dampak terhadap perubahan di negeri ini.

"Dimana partai politik harusnya menjadi alat demokrasi, tapi malah menjadi industri kekuasaan," tegasnya.

 

Terpopuler