Senangnya Puasa Sampai Maghrib

Red: A.Syalaby Ichsan

Kamis 18 Jul 2013 11:52 WIB

Bilqis Kaltsum Ulaya Foto: istimewa Bilqis Kaltsum Ulaya

Oleh Bilqis Kaltsum Ulaya (Kelas I-B SDIT Al-Firdaus Sukabumi, Jawa Barat, 6 Tahun)

REPUBLIKA.CO.ID, Ramadhan tahun ini aku mulai bersekolah di Kelas I-B SDIT Al-Firdaus Sukabumi, Jawa Barat. Ini pengalaman pertamaku belajar berpuasa. Waktu sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK), aku belum berpuasa.

Sejak jauh-jauh hari, aku meminta ayah dan ibu untuk membangunkanku makan sahur. Aku ingin sekali mencoba berpuasa. “Kalau Iqis susah bangunnya, ayah boleh cubit Iqis,” kataku pada Ayah. Iqis adalah panggilan akrabku.

Awalnya, aku masih susah untuk bangun pukul 03.00 pagi. Rasanya masih mengantuk dan mata ini sulit untuk dibuka. Tapi, ayah membangunkanku dengan cerita Hello Kitty kesukaanku. Akhirnya, aku pun bangun dan makan sahur bersama ayah, ibu, Kakak Abi dan Wa Iyus.

Ayah sengaja membelikanku yoghurt rasa stroberi agar aku bersemangat bangun sahur. Oh iya, meski dibelikan ayahku, yoghurt itu permintaanku sendiri hehe.... 

Menurut tayangan di sebuah stasiun televisi, minum yoghurt saat sahur bisa membuat mulut tak bau saat berpuasa. Setelah makan sahur dengan telur dadar kesukaanku, aku pun meminum yoghurt. Rasanya segar dan enak.

Hari pertama puasa rasanya berat banget. Baru jam 08.00 pagi aku sudah minta berbuka. “Ayah, ternyata puasa itu berat banget ya. Iqis lapar.” Ayah tersenyum mendengar aku sudah lapar pukul 8.00 pagi.

Ayah menyemangatiku agar aku bisa berpuasa sampai pukul 10.00 WIB. Aku pun mencoba menahan lapar sampai pukul 10.00 WIB sambil terus melihat jam. Akhirnya, ayah membolehkanku berbuka. Setelah berbuka, aku melanjutkan saum (puasa)-ku sampai Maghrib.

Hari kedua aku berpuasa sampai Zhuhur, setelah itu aku kembali berpuasa. Hari ketiga, aku berpuasa sampai jam 13.00 WIB dan kembali berpuasa. Ayah dan ibu terus memberiku semangat agar aku belajar berpuasa. Eh, opa dan nenek pun memberiku semangat. Tapi, mereka tak pernah memaksaku untuk puasa sampai Maghrib.

Hari keempat, aku menginap di rumah nenek. Makan sahur pun menjadi ramai karena bisa makan sahur bersama dengan ayah, ibu, nenek, opa, dan uu—panggilan untuk ibu dari nenekku yang berusia 87 tahun. 

Aku sudah mulai merasa kuat menahan lapar dan haus. Ayah bertanya, “Mau sampai kapan puasanya? Kalau sudah tak kuat, Iqis boleh berbuka.” 

Aku bilang sama ayah, “Iqis mau puasa sampai Maghrib.” Sore hari aku membantu ibu memasak di dapur. Dan, akhirnya aku pun bisa berpuasa sampai Maghrib.

Wah, rasanya senang banget aku bisa berpuasa sampai Maghrib. Ayah dan Ibu memberiku ucapan selamat karena bisa berpuasa hingga Maghrib. Aku semakin semangat karena ayah akan memberiku hadiah pada Hari Lebaran nanti. Ramadhan ini aku juga rajin ikut shalat Tarawih. Wah, pokoknya puasa itu seru. Kamu juga kan?

Terpopuler