REPUBLIKA.CO.ID, Sa'ad bin Abi Waqash termasuk sahabat yang menjadi teladan dalam membersihkan hati. Suatu ketika Rasulullah yang sedang duduk-duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau bersabda "Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga."
Tidak lama kemudian muncul Sa'ad bin Abi Waqash. Penasaran dengan amal apa yang memasukkan Sa'ad ke surga, Abdullah bin 'Amr bin 'Ash datang berpura-pura berselisih dengan orang tuanya selama tiga hari dan meminta izin Sa'ad untuk menginap di rumahnya. Selama tiga hari itu pula Abdullah tak mendapati amalan istimewa dalam diri Sa'ad.
Dijawablah keingintahuan Abdullah itu "Tak lebih dari ibadah yang kita kerjakan, hanya saja aku tak pernah menaruh dendam kepada seorang pun diantara kaum Muslimin."
Sa'ad juga contoh bagi kita dalam hal istiqomah dalam iman dan hidayah. Betapa mahalnya hidayah itu bahkan harus kita gigit dengan geraham kita untuk tak melepaskannya. Terkisahlah ibunda Sa'ad yang melakukan mogok makan berhari-hari demi menentang keislaman anaknya.
Semakin hari semakin parahlah kondisi ibu Sa'ad ini. Dalam ujian keimanan yang berat seperti ini, keimanan Sa'ad kokoh menghujam dan keluarlah kalimat yang abadi itu.
"Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda, seandainya bunda memiliki seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu tidaklah anakmu ini akan meninggalkan Agama ini walau ditebus dengan apapun."
Akhirnya ibundanya mundur teratur dan turunlah ayat tentang kisah Sa'ad ini, "Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku, padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya (QS Lukman : 15)
Diantara cerita kepahlawanan Sa'ad yang lainnya adalah ketika Sa'ad mencapai usia lanjut, tibalah saat terjadinya fitnah besar yang menimpa kaum muslimin. Sa'ad tak hendak mencampurinya dan dipesankan kepada anak dan keluarganya.
Suatu ketika datanglah anak saudaranya bernama Hasyim bin Utbah bin Abi Waqash dan berkata "Paman, disini telah siap seratus pedang yang menganggap pamanlah yang lebih berhak mengenai urusan khilafah ini!"
Sa'ad berkata,"Dari seratus ribu bilah pedang itu, aku hanya menginginkan sebilah pedang saja, jika aku tebaskan kepada orang Mu'min maka takkan mempan sedikitpun, tapi jika aku pancungkan kepada orang kafir, pastilah putus batang lehernya!"
Mendengar jawaban ini, anak saudaranya maklum akan maksudnya dan membiarkan sikap damai pamannya dan tak hendak ikut campur.
Pada tahun 54 H, saat usia Sa'ad lebih dari 80 tahun, ia sedang berada di rumahnya di 'Aqiq sedang bersiap menemui Tuhannya. Saat yang akhir itu diceritakan puteranya kepada kita "Kepala bapakku berada di pangkuanku ketika ia hendak meninggal dan aku menangis, " maka berkatalah Sa'ad "Kenapa kamu menangis wahai anakku? seungguh Allah tiada akan menghukumku, dan sesungguhnya aku termasuk salah seorang penghuni surga..!"
Inilah Sa'ad bin Abi Waqash, singa yang menyembunyikan kukunya, pemanah pertama dalam islam dan pahlawan Qadisiyah.