Diusir Keluarga, Vian Sang Mualaf Harus Berjuang Berpuasa

Rep: Mg15/ Red: A.Syalaby Ichsan

Selasa 16 Jul 2013 07:44 WIB

Virgiawan Sentosa Foto: Republika/Mg15 Virgiawan Sentosa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan merupakan bulan yang di tunggu-tunggu oleh umat muslim. Tidak terkecuali oleh para pemeluk agama Islam yang baru atau yang dikenal dengan mualaf.

Bagi Virgiawan Sentosa, bulan Ramadhan kali ini adalah bulan Ramadhan yang pertama baginya. Pria berumur 27 tahun ini baru memeluk agama Islam sekitar 2 minggu yang lalu. Sebelumnya, banyak perjuangan yang ia lalui untuk mengucapkan kalimat syahadat.

Ramadhan ini, cobaan tersebut pun memuncak saat dia diusir dari rumah oleh orang tuanya tanpa bekal surat-surat penting seperti ijazah. Dia pun tak bisa mencari pekerjaan. 

Hanya, sebagai mualaf dia harus tetap menjalani ibadah puasa. Vian, nama sapaannya, paham ibadah ini merupakan ibadah wajib untuk seorang Muslim.

Sekarang, Vian tinggal di salah satu musholla di Depok. Pekerjaannya saat ini adalah menjual beberapa lembar kantong plastik di Pasar Kemiri Muka, Depok, Jawa Barat.

Saban hari, Vian mendapatkan uang sebesar Rp 7 ribu. Ia biasa berjualan mulai dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang. Selama bulan Ramadhan, ia banyak menghabiskan waktunya di musholla tersebut untuk belajar membaca Alquran dengan Iqra. Juga, membaca hal-hal lainnya tentang Islam sembari menunggu datangnya buka puasa.

“Aku biasa jualan plastik dari jam 6 pagi sampai jam 11 siang, lalu setelah itu aku balik ke mushola, baca-baca Iqra, Alquran dan juga buku-buku tentang Islam sambil menunggu waktu buka puasa”, ujarnya saat di wawancara oleh RoL, Senin (15/7)

Di mushola ini juga di sediakan beberapa makanan pembuka puasa walaupun tidak dalam porsi yang besar. Tetapi menurutnya itu adalah sebuah anugerah yang luar biasa dari Allah SWT. Dia sudah bisa makan saja, itu sudah sangat cukup baginya.

Di waktu sahur, Vian biasanya hanya minum air putih  lantaran dia tidak punya uang untuk membeli makanan. Dia hanya bisa melihat orang lain sahur dan menyantap makanannya dengan lahap. Biasanya, setelah Vian minum air putih, ia lalu tidur kembali agar tidak terlalu lapar dan bangun pada saat Azan Subuh. Lalu pada pagi harinya ia mulai berjualan kantong plastik.

Di bulan Ramadhan ini, Vian hanya punya satu harapan, yaitu agar orang tuanya dapat menerimanya kembali untuk pulang ke rumah sebagai seorang Muslim. Dia juga ingin kembali melanjutkan kuliah. Vian mengaku  masih menyayangi keluarganya dan ingin tinggal bersama mereka meski identitasnya sebagai Muslim.