Empat Dekade Berlalu, Inggris Lebih 'Ramah' Ramadhan

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

Senin 15 Jul 2013 15:28 WIB

Muslim Inggris menunaikan shalat Jumat. Islam berkembang sangat pesat di negara Ratu Elizabeth tersebut. Foto: Daily Mail Muslim Inggris menunaikan shalat Jumat. Islam berkembang sangat pesat di negara Ratu Elizabeth tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, Ramadan di Inggris kini berbeda, setidaknya itu yang dirasakan Arifa Akbar, seorang Muslim yang tinggal di sana selama dua puluh tahun lebih. "Awal 1980-an, ketika saya masih tumbuh, sangat berbeda dari sekarang. Saat itu tidak ada kesadaran publik, tidak ada fleksibiltas dalam jam kerja, tak ada fasilitas ibadah di kantor, juga tak ada seruan adzhan di televisi," tuturnya kepada The Independen akhir pekan lalu.

Selama satu bulan ia dan keluarganya akan menjalani ibadah tahunan itu berhati-hati agar tidak terlalu berisik saat makan sahur karena takut membangunkan tetangg sebelah. Mereka juga enggan mendiskusikan Ramadhan karena cemas diejek.

Setelah empat dekade, Inggris kini lebih terbuka dengan Ramadha. Beberapa perusahaan menawarkan waktu fleksibel bagi pekerja Muslim yang saat ini harus berpuasa selama 19 jam.

Beberapa perusahaan malah mengizinkan krayawan Muslimnya agak siang agar mereka bisa sedikit istirahat setelah bangun pada pukul 3 pagi untuhk sahur dan mengakhiri gilirannya lebih awal. Intinya mereka dibolehkan tidak bekerja ketika fisiknya lemah.

Perayaan Idul Fitri yang menandai akhir Ramadhan pun mulai digelar di ruang-ruang publi di penjuru negara, termasuk di Trafalgar Square di London. Channel 4 bahkan sudah menayangkan satu siaran adzhan dari lima kali waktu shalat, yakni pada waktu maghrib selama Ramadhan. Stasiun televisi itu terang-terangan menyebut siaran itu sebagai langkah provokatif untuk menantang prasangka yang selalu mengaitkan Islam dengan ekstremisme.

Terpopuler