REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pada bulan puasa seperti sekarang ini, pasar daging di Banyumas biasanya akan mulai dibanjiri daging gelonggongan asal Boyolali.
Terlebih dalam kondisi harga daging sapi yang saat ini tergolong cukup tinggi. ''Laporan informal dari pedagang dan jagal, daging gelonggongan memang sudah mulai masuk ke Banyumas,'' kata Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesra Setda Banyumas, Tjutjun Sunarti Rochidie, Senin (15/7).
Meski demikian, dia menyebutkan, jumlah daging gelonggongan yang masuk ini masih belum terlalu banyak. Daging yang berasal dari wilayah Boyolali ini, biasanya masuk ke wilayah Banyumas pada malam hari, dan tidak langsung dipasarkan di pasar-pasar.
''Daging-daging gelonggongan tersebut, biasanya tidak dijual terbuka di pasar-pasar tradisional. Tapi ditampung oleh beberapa pedagang, kemudian ditawarkan pada pedagang-pedagang makanan, seperti bakso, soto dan makanan lain,'' jelasnya.
Dia menyebutkan, harga daging sapi gelonggongan memang memiliki selisih harga cukup tinggi di banding daging sapi yang sehat.
Bila harga daging sehat yang dijual di pedagang pasar dan tukang jagang saat ini mencapai Rp 95.000 per kg, maka untuk daging gelonggongan bisa dijual dengan harga Rp 70 ribu hingga Rp 75 ribu per kg.
''Jadi harga daging sapi glonggongan memang jauh lebih murah dari harga daging sehat, sehingga masih ada konsumen yang memilih membeli daging glonggongan. Terutama dari kalangan pedagang bakso, soto atau makanan lainnya,'' jelasnya.
Untuk mengantisipasi makin maraknya daging gelonggongan yang dijual pedagang, Tjutjun menyatakan pihaknya telah membentuk tim terpadu.
Tim ini sebenarnya tidak hanya bertugas mencegah dan mengantisipasi daging gelonggonga saja, tapi juga peredaran makanan tidak layak konsumsi secara keseluruhan.
''Tim ini, melibatkan pegawai dari berbagai instansi lintas sektoral. Antara lain dari Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Ksehatan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, kepolisian, Satpol PP serta beberapa personil dari Setda Banyumas,'' katanya.
Menurutnya, masing-masing unsur dalam tim tersebut, memiliki tanggung jawab yang berbeda. Disperindagkop, bertanggung jawab untuk mengawasi pasar jika ada makanan tidak layak konsumsi yang beredar.
Disnakkan akan bertanggung jawab untuk memberikan pendapat ahli dalam berbagai penyuluhan. Sementara aparat kepolisian, akan menangani sanksi pelanggaran.
''Dengan model seperti itu, diharapkan tim tersebut dapat menghambat peredaran makanan tidak layak konsumsi, termasuk daging gelonggongan,'' jelasnya.
Tim ini, nantinya tidak hanya bertugas melakukan razia makanan tidak layak konsumsi di pasar-pasar. Tapi juga melakukan langkah pencehgahan, seperti melakukan sosialisasi ke pedagang dan tukang jagal dan pencegahan di pintu masuk wilayah perbatasan.