REPUBLIKA.CO.ID -- Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) kerap mendapatkan citra yang buruk di tengah masyarakat. Tugas Satpol PP menertibkan para pedagang membuat posisi mereka lebih sering ditempatkan sebagai musuh ketimbang teman.
"Tugasnya menghalau pedagang kaki lima yang tidak pada tempatnya, kita pindahkan ke dalam pasar. Kita menegakkan Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007" ungkap Kusno, Danton Pol PP Monas saat ditemui oleh RoL di Jakarta, Kamis (11/7).
Kusno menjelaskan, bulan Ramadhan seperti ini patroli lebih gencar lagi karena kerap kali ada masyarakat yang menyalakan petasan dini hari. Selain itu, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau biasa kita sebut tunawisma akan bertambah banyak di bulan Ramadhan.
Pada bulan Ramadhan, tugas Pol PP lebih padat dan lebih banyak. Banyak tempat yang harus ditertibkan misalnya tempat hiburan. "Penertiban tempat hiburan ini tidak bisa hanya Satpol PP. Ya harus ada TNI atau Polri yang membantu" ujar Kusno.
Eko menuturkan, tempat hiburan biasanya ada oknum aparat yang menjadi pelindung. Oleh karena itu, harus ada pimpinan dari TNI atau Polri yang ikut serta dalam penertiban.
Penertiban seperti itu tidak bisa diprediksi. Semua anggota harus selalu siap jika disuruh menertibkan suatu tempat. Jam kerja Satpol PP adalah 1x24 jam artinya mereka akan bekerja satu hari satu malam. Esok harinya, mereka akan libur. Selanjutnya, mereka akan masuk kerja seperti tadi 1x24 jam.
Jika musim mudik tiba, Eko dan kompatriotnya kedapatan pekerjaan ekstra."Biasanya warga Jakarta yang pulang kampung. Kembali ke Jakarta membawa saudaranya untuk bekerja di sini atau juga banyak pendatang baru" ujar Kusno.
Setelah Lebaran, Satpol PP akan mengadakan operasi yustisi untuk memeriksa kependudukan seseorang. Pol PP bekerja sama dengan catatan sipil dan RW setempat untuk memeriksa pendatang baru.
Hal yang diperiksa adalah berkas-berkas mulai dari kependudukan hingga ijazah. Operasi ini akan berjalan selama 1 bulan setelah lebaran.
Saat ini citra masyarakat terhadap Pol PP masih buruk. Masyarakat memandang Pol PP adalah aparat keamanan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.
"Apalagi menyangkut kaki lima. Padahal, penertiban juga ada prosesnya. Gak asal kita angkat semena-mena. Teguran sekali, dua kali, tiga kali sampe keempat kalinya mohon maaf aja barang kami sita" ungkap Danru Patroli Monas Eko Wahyu saat berbincang dengan RoL.
Pandangan masyarakat yang buruk menjadi kendala dalam menjalankan tugas. Media massa sebagai mediator informasi dan berita, belum cukup membantu dalam membentuk citra positif Satpol PP.
"Peran media cukup besar tapi media hanya mengabarkan berita negatifnya saja. Sedangkan, yang positif seperti hasil kerja kita tidak pernah diberitakan" ungkap Eko.
Padahal, tuturnya, pekerjaan Pol PP tidak hanya menertibkan pedagang kaki lima. "Kita kerja serabutan. Ada kebakaran kita turun, ada banjir kita turun" ujar Eko
Eko juga menuturkan bahwa setiap ada peristiwa dan bencana, mereka pasti yang paling pertama ada di lokasi. Tetapi, media tidak pernah mengabarkan hal tersebut. Media hanya mengabarkan TNI dan Polri saja yang selalu membantu di lokasi bencana.
"Ibaratnya gini, polisinya pemerintah daerah" ujar Eko.