Di Balik Puasa Sopir Bajaj

Rep: Mg14/ Red: A.Syalaby Ichsan

Ahad 14 Jul 2013 11:34 WIB

   Puluhan sopir bajaj berunjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (4/7).  (Republika/ Yasin Habibi) Puluhan sopir bajaj berunjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (4/7). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bajaj sudah menjadi salah satu ikon Kota Jakarta. Bajaj hanya dapat ditemukan di Ibu Kota Indonesia ini. Umumnya, bajaj yang berada di sekitaran Blok M dikendarai oleh para pendatang dari Tegal. 

Salah satunya adalah Kholil, bapak dari 4 anak ini sudah mengemudi kendaraan asal India ini selama 4 tahun. Ia meninggalkan keluarganya di Tegal untuk mencari nafkah di Jakarta. 

Selama Ramadhan, Khalil menuturkan, tidak banyak perbedaan jumlah penumpang dibandingkan dengan hari biasa. "Kalo puasa gini yah sepi. Sekarang juga belum nutup setoran" ungkap Kholil kepada RoL sambil duduk di dalam Bajaj, Sabtu (13/7).

Para supir bajaj bukan pemilik dari bajai yang mereka bawa. Sistemnya mereka meminjam kepada bos pemilik bajai. Seorang bos bisa memiliki bajaj sampai ratusan. 

Para sopir wajib menyetorkan Rp.30.000. Tidak jarang Kholil mengalami kurang setoran yang mengakibatkan ia memiliki hutang kepada pemilik bajaj. "Kalo dapet yah nyetor kalo gak kurang yah KS (Kurang Setoran)" ujar Kholil.

Para supir bajai yang ada di daerah Blok M ini rata-rata menyewa satu rumah untuk ditinggali beberapa orang. Tentunya, dalam satu rumah tersebut yang tinggal adalah supir bajaj semua. "Nyewa satu rumah untuk 6 orang harganya Rp.800.000" ungkap rekan Kholil seprofesi, Suhud.

Suhud menjelaskan, untuk berbuka puasa ia puasa ia selalu di masjid-masjid. Ia menunaikan shalat magrib di masjid sekaligus berbuka puasa. Hal ini ia lakukan untuk menghemat uang. 

"Dapet uang aja sekitar Rp.50.000 sampai Rp.60.000. Itu aja belum buat nyetor, buat beli bensin" ungkap Suhud sambil menikmati seputung rokok. Hari ini Suhud tidak berpuasa. "Gak kuat panas, panas mesin, panas matahari" jelasnya.

Penumpang bajai biasanya ramai saat H-15 Idul Fitri. Masyarakat banyak yang berbelanja di Blok M. Barang belanjaan yang banyak dan berkanton-kantong membuat masyarakat mencari angkutan yang praktis tetapi murah. Hal ini merupakan kesempatan supir bajai untuk meraup keuntungan banyak di hari-hari tersebut.

Pada hari-hari tersebut, Suhud  bisa mendapatkan uang hingga Rp.100.000 perharinya tetapi hari biasa hanya Rp.50.000. Sedangkan K

holil bisa mendapatkan uang hingga Rp.150.000. Setelah mengais rezeki yang banyak selama H-15 Idul Fitri. Mereka akan pulang kampung ke Tegal. Kebanyakan dari mereka akan pulang saat H-2 Idul Fitri dan akan kembali ke Jakarta H+6 Idul Fitri.

Jadi, pada hari-hari tersebut Jakarta akan sepi dari bajai. Bajai yang biasanya menghiasi jalanan tikus Ibu kota maka pada hari itu bajai akan terlihat hanya 2 atau 3 di setiap jalannya.

Para sopir bajaj ini pulang ke kampung menggunakan kendaraan yang biasa mereka gunakan untuk mencari uang. Satu bajai bisa mengangkut 3 atau 4 orang termasuk supir. "Ada yang naik bajai, dibawa pulang bajainya" ungkap Suhud.

Mereka yang pulang kampung menaiki bajai akan membentuk rombongan. Satu rombongan biasanya terdapat 20 bajai. "Kalo naik bus kan mahal tapi kalo naik bajai kan murah. Setiap orang iuran Rp.100.000 untuk bensinnya" ungkap Suhud. Untuk makan pun mereka bersama-sama. Perjalanan ke Tegal menggunakan bajai memakan waktu satu hari. 

Cerita unik pun dari supir bajai yang lain yaitu Taryono. Saat di Tegal, Bajai ini digunakan untuk angkutan warga di sana untuk pergi ke pasar. Selain tiu, bajai juga digunakan untuk hiburan anak-anak. Saat di Tegal, supir bajai banyak meraup keuntungan karena banyak penumpang.

"Muter-muter kampung bawa anak-anak pakai bajai. Bawa keponakan biar  senang" ungkap Taryono. 

Jadi saat di kampung halaman pun bajai tidak akan sia-sia. Banyak orang yang menyukai kendaraan ini terutama anak-anak kecil. 

Terpopuler