REPUBLIKA.CO.ID, Ada ciri khas menandai mereka yang berpuasa, yaitu bau mulut (halitosis). Napas yang berbau tak dapat dihindari oleh orang yang berpuasa. Meskipun begitu, bau mulut bisa diminimalkan dengan beberapa cara tanpa mengganggu ibadah puasa.
Ada hadist yang mengungkapkan soal bau mulut orang berpuasa, "Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi." (HR Muslim No 1151).
Seringkali pemahaman hadist itu diterapkan dengan tidak proporsional. Sebenarnya bau mulut orang berpuasa diganti dengan bau minyak kesturi di surga berasal dari hati yang bersih dan hanya mengeluarkan perkataan baik saat berpuasa. Jadi, maksud bau mulut orang berpuasa bukan serta-merta dalam arti sebenarnya.
Tak sedikit pula yang mengartikan secara harfiah. Akibatnya, seseorang meninggalkan aktivitas gosok gigi dan kebersihan mulut sepanjang berpuasa karena ingin tercium bau wangi dari mulutnya. Padahal, secara fikih pun, bersiwak atau gosok gigi dan berkumur saat puasa adalah mubah (diperbolehkan).
Kenyataannya, bau mulut tetaplah kurang sedap dan tak dapat dihindarkan. Ini karena faktor-faktor alamiah dalam mulut dan dipengaruhi faktor lain.
Menurut drg Yeni Wijaya dari RS Gigi Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, penyebab bau mulut berasal dari berbagai faktor.
"Penyebab halitosis adalah keberadaan penyakit sistemis, keadaan di rongga mulut yang tak sehat, dan dehidrasi. Kita lihat dulu penyebabnya untuk bisa mengatasi," kata Yeni di klinik tempatnya berpraktik di kawasan Jakarta Selatan.
Bau mulut merupakan indikasi adanya gangguan penyakit lain. Kondisi kesehatan mulut sama dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Bila ada masalah sistemis di dalam tubuh, salah satu indikasinya bisa dilihat dari kesehatan di mulut.
Penyakit sistemis juga bisa dilihat dari keadaan mulut, yaitu dari indikasi halitosis. Penyakit yang khas mengeluarkan bau mulut adalah adanya kelainan di saluran pencernaan dan juga diabetes. Penderita diabetes biasanya mengeluarkan napas khas berbau aseton yang diakibatkan kurangnya kadar insulin dalam tubuh.
Keadaan rongga mulut yang tak sehat memberikan dampak nyata pada halitosis. Beberapa bagian yang tak sehat pada mulut, antara lain gusi yang teriritasi, gigi berlubang, karang gigi, indikasi kelainan (sariawan, gusi berdarah), dan sakit tenggorokan.
Faktor lain penyebab bau mulut adalah dehidrasi. Kurangnya asupan cairan membuat ketidakseimbangan flora di dalam mulut sehingga mengeluarkan bau.
Selain itu, Yeni menyebutkan, ada kecenderungan pada segelintir orang yang mengalami gangguan psikologis yang membuat merasa mulutnya selalu berbau. Ada ketakutan seperti itu, atau halitophobia. Dia selalu cemas dan merasa mulutnya bau, padahal saat dilihat, ternyata baik-baik saja.
Faktor lain yang menyebabkan halitosis dari makanan. Beberapa jenis makanan mengeluarkan dan meninggalkan bau tak sedap. Misalnya, jengkol, petai, rokok, dan makanan-makanan lain yang berbau tajam.
Dalam berpuasa, bisa saja dihindari makanan seperti ini. Namun, bila tidak bisa dihindari, diperlukan tindakan penghilangan bau. Misalnya, dengan mengonsumsi makanan lain yang menutup bau atau dengan menggosok gigi.
Untuk menguranginya, masalah sistemis, khususnya untuk diabetes dan masalah pencernaan memang harus ditangani dengan baik sebelum berpuasa. Terapi tertentu perlu dilakukan agar mereka bisa berpuasa. Untuk gangguan pencernaan, bila sembuh dan dapat diatasi, halitosis bisa berkurang.
Sebelum berpuasa, Yeni menyarankan agar menjaga kesehatan gigi dan rongga mulut. Perlu dilakukan pembersihan karang gigi, penambalan gigi, pengobatan gusi teriritasi, dan lain-lain. Yang jelas, selama berpuasa, hendaklah menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut dengan rutin membersihkan gigi setelah sahur dan berbuka puasa.
Untuk mengatasi dehidrasi selama berpuasa, disarankan menjaga asupan cairan setiap hari. Diusahakan minum tak kurang dari dua liter air sehari. Diatur saja waktu berbuka hingga sahur.