REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Suci Ramadhan 1434 Hijriyah ini menjadi momen yang tepat bagi umat Islam di Indonesia untuk menghargai perbedaan.
Perbedaan dalam penentuan 1 Ramadhan harus mendapat tanggapan bijak dari umat Islam. Setiap Muslim sebaiknya fokus dalam mempersiapkan diri menyambut Ramadhan.
Menteri Agama Suryadharma Ali menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada Rabu (10/7) dalam Sidang Itsbat di Kementerian Agama, kemarin. Sidang tersebut dihadiri perwakilan ormas Islam dan negara-negara Muslim. Muhammadiyah absen dalam sidang itu karena telah menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada Selasa (9/7).
Suryadharma menetapkan 1 Ramadhan setelah mendapat laporan pemantau hilal dan pandangan dari seluruh ormas peserta sidang. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Mukhtar Ali mengatakan, pemantau pada 33 wilayah di Indonesia menyatakan tidak melihat hilal.
"Jadi, perbedaan itu sebetulnya tidak bisa dihindari," kata Suryadharma. Menurut dia, perbedaan 1 Ramadhan terjadi karena kriteria sejumlah ormas berbeda. Meski begitu, Suryadharma berharap semua pihak bisa mengikuti keputusan pemerintah mengenai awal Ramadhan.
Kakanwil Kemenag Bengkulu Suardi Abbas mengatakan, perbedaan tidak perlu dipersoalkan, tetapi harus disikapi dengan kedewasaan, toleransi, dan saling memaklumi. Suardi mengingatkan agar jangan ada ego kelompok dalam menanggapi perbedaan awal Ramadhan ini.
Kakanwil Kemenag Jawa Tengah Khaeruddin meminta umat Islam saling menghargai perbedaan. Menurut dia, semuanya memiliki dasar yang sama-sama benar, hanya metodenya yang berbeda. Khaeruddin meminta umat Islam menghormati umat Islam lain yang mulai berpuasa pada Selasa ini.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berharap masyarakat bisa secara bijak menghargai sedikit perbedaan. Menurut Din, sesungguhnya tak ada masalah mendasar terkait terjadinya perbedaan awal Ramadhan. "Masing-masing keyakinan dirilah yang berbicara," kata Din, kemarin.