REPUBLIKA.CO.ID,Markaban seorang politikus. Suatu hari, rumahnya didatangi oleh ketua RT. Tanpa basa basi, Pak RT mengutarakan niatnya untuk meminta sumbangan.“Oh masalah sumbangan. Tenang saja Pak, soal itu bagi saya kecil, Pak RT perlu berapa tinggal sebut saja..” ujar Markaban.

Pak RT: “Terserah Pak Markaban, yang penting ikhlas..”

Markaban kemudian memanggil istrinya “Bunda kemari sebentar.”

Istrinya menghampiri “Ada apa Yah?”

“Tolong kamu ambil uang 1 juta di dalam lemari, Ayah mau sumbang Pak RT,” ujar Markaban kepada istrinya.

Tak lama berselang istrinya kembali lagi “Ini Pa uangnya..”

Markaban menerima uang tersebut dan diberikan kepada Pak RT “Ini Pak RT sumbangan saya.. Tapi Pak RT jangan lupa..”

Pak RT merasa heran “Lupa apa ya..?”

Markaban sambil tersenyum “Jangan lupa untuk menulis nama saya di daftar para donatur, kalau bisa hurufnya itu yang besar termasuk gelar saya, Drs dan H, agar para warga tahu besarnya sumbangan saya..”

“Tenang saja Pak pokoknya beres.. Terimakasih Pak atas sumbangannya,” kata Pak RT yang kemudian pamit.

Tak lama berselang datang seseorang mengetuk rumah Markaban  “Assalamu’alaikum..”

“Begini Pak, saya dari sebuah yayasan panti asuhan untuk meminta sumbangan.. Dan saya mau meminta keikhlasan Bapak..” kata orang itu.

“Ooohh begitu..” kemudian Markaban memberikan uang Lima Ribu kepada orang tersebut.

“Terimakasih Pak.. Kalau boleh tahu nama Bapak siapa ya? Biar saya tulis di sini..” kata orang tersebut.

“Tulis saja hamba Allah..” kata Markaban, ketus.

Istrinya yang ada disebelahnya bertanya “Tumben Ayah tidak menyebutkan nama tadi, bilangnya hanya dari hamba Allah, biasanya kalau menyumbang harus ditulis nama lengkap.”

Markaban pun menjawab, ''Di lihat dulu dong bun, berapa sumbangannya, kalau besar, saya sebutkan nama tapi kalau kecil ya hamba Allah saja..”

Istrinya menggelengkan kepala “Jadi itu artinya kalau sumbangannya kecil mengaku hamba Allah tapi kalau sumbangannya besar tidak mengaku hamba Allah..”

Markaban “??”