Legitnya Dodol Lebaran dari Jalintim

Rep: Maspril Aries/ Red: Krisman Purwoko

Senin 29 Aug 2011 00:44 WIB

Dodol lebaran dari jalintim Foto: REPUBLIKA/Maspril Aries Dodol lebaran dari jalintim

REPUBLIKA.CO.ID,PALEMBANG--Siapa yang tak kenal dengan jenis penganan yang disebut “dodol”? Hampir setiap daerah di Indonesia bisa ditemui makanan atau kue tradisional yang berwarna coklat kehitam-hitaman yang manis rasanya. Tak salah jika dodol diklaim sebagai penganan khas Indonesia.

Di Sumatera Selatan (Sumsel) dengan aneka ragam penganan tradisional juga dapat ditemukan di daerah ini, salah satunya adalah dodol. Walau tidak dapat diklaim sebagai makanan khas Sumsel seperti pempek, maka dodol juga banyak di buat di desa-desa di pelosok daerah yang disebut bumi Sriwijaya.

Tradisi membuat dodol di Sumsel pada bulan Ramadhan atau menjelang hari raya Idul Fitri bisa mudah dijumpai seperti di Kabupaten Ogan Ilir (OI) dan Kota Pagaralam. Di daerah ini dodol dulunya menjadi makanan yang disantap bersama dan dimasak secara bersama-sama dengan semangat gotong-royong. Dalam perkembangannya, kini dodol telah dijadikan sebagai sebuah usaha ekonomi rumah tangga.

Di Desa Tebinggerinting, Kabupaten OI yang berjarak sekitar 39 km dari Palembang, di desa yang persis berada di tepi jalan lintas Timur (jalintim) Sumatera antara perbatasan Lampung dan Palembang, selama Ramadhan bisa dengan mudah disaksikan proses memasak dodol yang ditampilkan secara demonstratif. Siapa yang melintas di jalintim bisa dengan mudah menyaksikan perempuan-perempuan perkasa sedang mengaduk-aduk masakan dodol di dalam kuali ukuran besar dengan api menyala di dalam tungku.

Adalah pasangan Abubakar–Zakiyah membuka usaha membuat dodol yang dilakoni sudah lebih sejak 20 tahun lalu. Menurut Marida, kedua orang tuanya membuka usaha dodol sudah sejak lama dengan melibatkan tetangga di sekitar tempat tinggalnya. “Dulu memang membuat dodol dilakukan secara bergotong royong, tetapi sekarang sudah banyak di sini menjadikan dodol sebagai usaha rumah tangga,” katanya.

Produksi dodol keluarga Abubakar–Zakiyah tidak hanya dibeli warga sekitar,  tetapi juga menjadi konsumsi mereka yang melintas di jalintim baik sedang dalam perjalanan menuju Bandarlampung atau Palembang. Bahkan dodol-dodol tersebut juga dijual sampai ke Palembang dan Jambi. Dodol dikemas dalam kemasan sederhana dari plastik dengan berat satu kilogram setiap kemasannya.

“Kami di sini menjual dengan harga Rp22.000/ kg untuk dodol biasa tanpa rasa tambahan dan Rp23.000/kg untuk dodol dengan rasa durian,” ujar Marida.

Dengan harga tersebut konsumen yang membeli dodol lebaran dari jalintim mengaku harga jualnya cukup terjangkau. Wahab seorang pegawai negeri sipil dari Palembang setiap dinas ke luar kota dan melewati jalintim selalu menyempatkan diri membeli dodol dari desa Tebinggerinting tersebut. “Harganya terjangkau dan rasanya tidak kalah dengan dodol buatan pabrik,” katanya.

Untuk membuat dodol tesebut Abubakar selain melibatkan anggota keluarganya, juga melibatkan tiga orang tetangganya yang bertugas hanya mengaduk dodol yang tengah dimasak di atas tungku panas membara. Untuk mengaduk dodol selain memerlukan keahlian juga harus memiliki tenaga yang cukup. “Untuk membuat satu kuali besar dodol perlu dimasak sampai lima jam dan diaduk terus-menerus agar adonannya rata,” kata Rohbah (55 tahun).

Menurut Rohbah yang bekerja bersama Islaniar (50) dalam satu hari mereka bisa memasak dua kuali besar dodol yang mulai mereka lakukan sejak usai shalat subuh. Selama Ramadhan, sejak pertengahan bulan mereka sudah bekerja mengaduk dodol di tempat usaha dodol Abubakar. Rohbah meninggalkan pekerjaan sebagai buruh harian di perkebunan tebu PG Cinta Manis milik PTPN VII.

Dalam satu hari Rohbah dan Islaniar bisa memasak dua kuali besar dodol yang dimasak dalam waktu sekitar 10 jam dan dimasak menggunakan kayu bakar. “Dengan hasil dua kuali tersebut kami mendapat upah Rp100.000. Satu kuali upahnya Rp50.000,” ujar Rohbah yang bila bekerja sebagai buruh kebun tebu hanya berkisar Rp45.000 – Rp80.000/ hari.

Sementara bagi pasangan Abubakar-Zakiyah, usaha dodol rumah tangganya selain bisa membantu para tetatangganya dalam menyambut lebaran Idul Fitri, juga dari usaha yang dirintis sejak tahun 1990-an tersebut bisa membawanya ke tanah haram menunaikan ibadah haji.

Menurut Marida selama bulan Ramadhan usaha dodol orang tuanya omzetnya cukup tinggi dibanding hari biasa. “Di bulan puasa ini sampai menjelang lebaran banyak orang yang pesan,” tambahnya.

Sementara pada hari lain usaha dodol di Tebinggerinting -- bahan baku tepung ketan, santan kelapa, gula merah dan gula pasir tersebut -- yang belum mendapat sentuhan pembinaan dari pemerintah daerah setempat, hanya banyak pesanan apa bila pada saat ada warga yang hendak melamar atau menikah, karena dodol termasuk dalam salah satu barang-barang antaran saat melamar seorang gadis. 

 

 

 

Terpopuler