Demi Mudik, Tak Ada Bis, Truk Pun Jadi

Rep: Ani Nursalikah/ Red: cr01

Jumat 26 Aug 2011 18:58 WIB

Beberapa truk yang melewati Jalur Pantura tidak hanya mengangkut barang, tapi juga para pemudik. Foto: Republika/Tahta Aidilla Beberapa truk yang melewati Jalur Pantura tidak hanya mengangkut barang, tapi juga para pemudik.

REPUBLIKA.CO.ID, KOTABARU – Mudik telah menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Apapun cara dilakukan demi menuntaskan rasa rindu kepada keluarga di kampung halaman.

Tengok saja yang dilakukan oleh Min. Pedagang makanan ini rela melakukan apa saja demi bertemu dengan orang tuanya di Kebumen. Min bersama dengan istri dan 24 kerabatnya yang lain kembali melakukan mudik dengan menggunakan truk.

Tahun ini adalah tahun kedua ia mudik dengan truk. Ia menyewa dua buah truk untuk mengangkut kerabat dan tetangganya. Mereka berdesak-desakan di dalam truk dengan barang bawaan mereka.

Bukan hanya barang bawaan saja yang diangkut di truk. Bahkan, motor pun turut mereka bawa. Di truk yang beratapkan terpal tersebut, para wanita dan laki-laki duduk di atas motor mereka dan di antara kardus-kardus yang mereka bawa. Masing-masing truk mampu menampung delapan motor. Total mereka membawa 16 motor di dalam truk.

 

Min berangkat dari Lebak Bulus pukul 13.00 WIB dan baru tiba untuk beristirahat di restoran Kotabaru, Purwakarta pukul 17.00. Setelah beristirahat mereka akan melanjutkan perjalanan ke Kebumen selama kurang lebih 10 jam. Untuk membiayai perjalanan ini, mereka merogoh kocek hingga Rp 3 juta untuk menyewa dua buah truk.

Mereka juga membawa anak-anak. Ada dua orang anak yang ikut dalam perjalanan mudik ini. Para wanita dan anak-anak duduk di depan bertiga bersama supir. Sisanya berjubel di dalam bak truk. "Kasihan kalau harus antre di terminal," ujar Min, mengenai alasannya mudik dengan menggunakan truk, Jumat (26/8).

Belum lagi jika harus membeli tiket di calo. Karena itulah ia akhirnya mengusulkan kepada kerabat dan tetangganya untuk menggunakan truk saja untuk mudik. Menurut Min, mudik dengan menggunakan truk lebih aman dibandingkan dengan menggunakan kendaraan roda dua. "Kalau ngantuk kan bahaya," jelasnya kepada Republika.

Jangan tanya soal kenyamanannya. Badan pegal dan sakit sudah menjadi hal yang biasa. "Panas dan sesak," kata Eni, salah satu kerabat Min.

Kendati demikian, lanjut Eni, hal itu tidak seberapa dibandingkan dengan rasa senangnya bertemu dengan keluarga di kampung.

Min mengaku selama dalam perjalanan truknya tidak pernah diberhentikan dan diperiksa oleh aparat keamanan. Usai beristirahat mengisi perut, sopir kembali memasang terpal di truk. Mereka pun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Meskipun capek, terlihat rona cerah di wajah mereka yang menanti untuk bertemu keluarga.