Warga Palestina Mengaku Bahagia Berlebaran di Malaysia

Rep: Agung Sasongko/ Red: cr01

Rabu 24 Aug 2011 21:23 WIB

Masjid Kristal, di Kuala Terengganu, Malaysia (ilustrasi). Foto: wayfaring.info Masjid Kristal, di Kuala Terengganu, Malaysia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Warga Palestina yang menetap di Malaysia mengaku menikmati hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat Negeri Jiran yang majemuk.

Mereka berbagi banyak kesamaan dengan saudara-saudara seiman di Malaysia. Karena itu, bagi 1.000 komunitas Palestina di Malaysia, sebagian besar di antaranya pekerja dan mahasiswa tidak khawatir berlebaran di negara itu.

Muslim Abu Umar, misalnya, mengatakan serupa dengan tradisi di Palestina, masyarakat Malaysia juga mengenal bazaar Ramadhan. "Seperti di Palestina, kami melihat beragam makanan dan minuman khas Ramadhan dijual di sini," katanya seperti dikutip Bernama, Rabu (24/8)

Abu Umar mengungkapkan, warga Palestina juga berbuka dalam kelompok besar. "Kami merasa seperti di rumah," katanya.

Yang berbeda, lanjut Abu Umar, dalam merayakan Idul Fitri, bangsa Palestina tidak mengenal ketupat atau rendang. Namun bangsa Palestina punya menu istimewa tersendiri, Mahashi, makanan dengan sayuran seperti terong, labu, kentang dan wortel. Namun untuk menyajikan Mahashi membutuhkan waktu dan kesabaran.

"Kami juga mengunjungi teman dan keluarga selama perayaan. Namun tidak ada open house sebanyak di sini. Di Malaysia, kami mengadakan open house sejak 1 Ramadhan," tutur Abu Umar.

Sayang, Abu Umar tidak mungkin “mudik”, lantaran kondisi Palestina tidak memungkinkan. Sebagai gantinya, ia merayakan Ramadhan dan lebaran di Malaysia.

Berbeda dengan Muslim Abu Umar, Saad Adeeb (26), memiliki banyak teman dari negeri asalnya. Dengan demikian, ia merasa tidak kesepian. "Saya punya teman Melayu demikian banyak sehingga saya tidak khawatir untuk kesepian saat merayakan Idul Fitri," katanya.

Saad teringat, saat mengunjugi sejumlah negara bagian di Malaysia, seperti Pahang, Kedah, Kelantan dan Johor. Menurut dia, arsitekturnya mirip dengan Palestina. Meskipun ada perbedaan antara budaya Malaysia dan Palestina, Saad menunjukkan melalui persaudaraan sesama Muslim, umat banyak terbantu untuk mempersempit perbedaan.

"Saya ingin kembali ke Palestina, tapi sangat sulit karena pembatasan perjalanan yang diberlakukan oleh Israel. Tugasku di sini adalah untuk belajar keras dan mendapatkan gelar sehingga membantu keluarga dan masyarakat Palestina, " kata Saad yang tengah menempuh pendidikan di International Islamic University Malaysia (IIUM).

Terpopuler