Ass. Wr. Wb.
Ustad saya mau bertanya, apa sih hukumnya apabila seorang wanita yang pada puasa lalu hamil dan dia tidak puasa, kemudian dia tidak menggantinya sampai ketemu puasa berikutnya yang mana pada puasa berikutnya dia juga hamil. Terima kasih atas jawabannya.
wass.war.wab.
Gazali
Waalaikumussalam wr.wb.
Apabila seorang yang hamil atau menyusui mengkhawatirkan janin atau anaknya, para ulama sepakat (ijma) memperboleh wanita hamil dan menyusui tersebut untuk tidak berpuasa. Namun mereka berbeda pendapat apakah wajib baginya untuk mengqadha (mengganti) puasanya di hari yang lain atau membayar fidyah, yaitu memberi makan setiap harinya satu orang miskin, atau kedua-duanya, yaitu mengqadha puasanya sekaligus dan memberi makan satu orang miskin setiap hari yang ditinggalkannya.
Maka perdapat yang rajih (benar) dalam masalah ini adalah: Setelah wanita hamil dan menyusui itu selesai dari kondisi tersebut, maka hendaklah ia mengqodha (mengganti) puasanya, namun jika dia tidak mampu, maka hendaklah ia membayar fidyah dan tidak ada kafarah baginya (memberi makan 60 orang fakir miskin).
Dalilnya: Dari Anas bin malik RA berkata, Rosulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah meletakkan separuh sholat dan puasa bagi musafir, orang yang menyusui atau orang hamil". (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah dan shohihkan oleh Al-Bani)
Dalam permasalahan seperti pertanyaan di atas maka jika mengqadha (mengganti) puasa itu berkelanjutan disebabkan karena hamil, lalu menyusui, lalu hamil lagi, kemudian ia menyusui, setiap tahun selalu hamil atau menyusui. Sehingga terkumpullah hari-hari yang banyak yang dia tinggalkan puasanya sehingga dia merasa sangat kesulitan untuk menqadha puasanya, maka dalam kondisi seperti ini boleh baginya untuk menggantinya dengan fidyah saja, yaitu memberi makan orang miskin sebanyak hari yang ia tinggalkan. Karena dalam kondisi seperti ini masuk dalam keumuman ayat: “Dan bagi orang yang berat menunaikan puasa, (jika tidak puasa membayar) fidyah (yaitu) memberi makan orang miskin.” (Al-Baqarah: 184)
Dan perlu diperhatikan bahwa tidak benar kalau dikatakan bahwa wanita hamil itu membayar fidyah begitu saja, dan tidak benar pula dikatakan bahwa wanita hamil itu menqadha’ dan membayar fidyah sekaligus, hal ini menyelisihi keumuman dalil dalam kitab dan sunnah. Yang benar adalah asalnya mengqadha’ dulu puasanya kalau dia mampu, jika tidak mampu baru pindah dengan membayar fidyah. Jika dia membayar fidyah kemudian datang suatu waktu yang dia mampu untuk menqadha’ maka dia mengqadhanya, karena hal ini lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban.
Wallahu 'alam bishowaab.
Ust. H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Rubrik tanya jawab Ramadhan ini diasuh oleh Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi). Kirim pertanyaan Anda ke: [email protected]