REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Sebutir kurma yang mengawali buka puasa—di saat kebanyakan kaum Muslimin berlomba menghidangkan makanan berbuka di bulan Ramadhan—adalah mimpi bagi para tawanan Palestina yang dipenjara Israel.
Orang mungkin menganggap sebutir kurma adalah makanan sederhana, bahkan tak terlalu berarti. Namun bagi warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel, buah kecil nan manis itu sungguh berarti.
Di tengah kerasnya perlakuan sipir penjara dan larangan masuknya makanan bagi para tawanan Palestina, berbuka puasa menjadi sesuatu yang maha berat, walau hanya dengan sebiji kurma.
Kalaupun ada makanan di kantin penjara, tapi harganya melambung tinggi dan jadwal layanannya sangat singkat. Yang paling sulit adalah ketika para tawanan harus menyantap makanan yang tak ada rasanya. Apalagi bagi seorang perempuan.
Selain itu, tawanan perempuan kerap mendapatkan penggeledahan secara mendadak di tengah malam atau pada waktu-waktu shalat dan buka puasa. Mereka harus berbuka puasa tanpa kehadiran keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
Suasana sepi mewarnai bulan Ramadhan di penjara Israel. Seperti diungkapkan Nahed Abdul Hadi Al-Suwaifiri, salah seorang mantan tawanan Palestina. Nahed mendekam selama 18 tahun dalam gelap dan pengapnya penjara Israel. Ia pun dipindah-pindah dari satu penjara ke penjara lainya.
"Secara prinsip, tawanan Palestina menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan suka cita. Karena Ramadhan adalah bulan puasa dan bulan taqarrub pada Allah. Namun mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan yang seharusnya mereka dapatkan, seperti makanan saat bersahur dan berbuka," tutur Nahed, kepada Info Palestina, Senin (8/8).
Menurut Nahed, sebutir kurma sangat sulit didapatkan, bahkan mungkin telah habis pada bulan Ramadhan. Sepertinya para tawanan dilarang makan kurma sama sekali. Sementara makanan yang disediakan pihak penjara sangat tidak cocok dengan lidah mereka. Disamping yang menyediakannya adalah penjajah yang tentu sulit untuk menerimanya, juga karena kondisi makanan tersebut sangat buruk dan tak layak dikonsumsi.
Nahed menuturkan, para sipir penjara Israel juga kerap melakukan pemeriksaan ke setiap kamar tawanan secara tiba-tiba, terutama pada waktu-waktu shalat dan buka bersama. "Mereka melarang tawanan Palestina melakukan shalat secara berjamaah, bahkan untuk duduk bersama-sama dilarang. Zionis Israel tidak sedikit pun memiliki rasa hormat," tegasnya.
Namun yang paling berat bagi Nahed adalah ketika pihak penjara melarang keluarganya berkunjung pada bulan suci Ramadhan. "Sangat beda rasanya, ketika aku menyantap sebutir kurma bersama tawanan lainnya dengan makan bersama keluarga walau dihalangi jeruji besi," katanya getir.
Oleh sebab itu, sejumlah tawanan mengeluhkan kebijakan penjara Israel yang tidak memperbolehkan keluarga tawanan datang berkunjung, terutama pada bulan Ramadhan yang mulia ini.