REPUBLIKA.CO.ID - Puasa Bagi Psikolog Rahmi Dahnan merupakan momentum untuk memperkuat hubungan antaranggota keluarga. Menurut dia, ibadah puasa di bulan suci Ramadhan memungkinkan anggota keluarga berkumpul secara lengkap sehingga jalinan komunikasi yang sempat terganggu selama 11 bulan yang lalu dapat direkatkan kembali.
“Sebelum berpuasa saya tidak sempat makan malam bersama, lantaran suami bekerja hingga larut. Nah Ramadhan biasanya menjadi kesempatan suami berkumpul bersama saya dan anak-anak,” kata dia kepada Republika.co.id.
Menurut Umi, demikian sapaan akrabnya, kondisi yang dialami keluarganya mungkin juga dirasakan keluarga Muslim lainnya. Untuk itu, Umi menyarankan agar ibadah puasa dimanfaatkan betul untuk memperbaiki komunikasi yang bisa jadi terganggu. ”Puasa itu memang luar biasa, segala macam aspek tersentuh,” kata dia.
Selain persoalan makan bersama keluarga, ibadah puasa juga memberikan kesempatan kepada keluarga Muslim untuk dapat beribadah tarawih dan tadarus bersama. Kondisi ini, lagi-lagi, kata Umi, tidak dapat ditemukan dalam 11 bulan sebelumnya. “Saya saja belum sempat bertarawih bersama secara penuh. Kesibukan suami, hanya memungkinkan akhir pekan, itu pun ada ganjalan karena masih menjaga anak yang paling kecil,” kata dia.
Untuk puasa tahun ini, mengingat anak sudah beranjak besar, Umi bersama suami berencana mengenalkan anak-anak pada puasa. Cara yang dilakukan adalah memberikan penghargaan berupa hadiah kepada anak-anak mereka yang menjalankan ibadah puasa.
Menurut Umi, pemberian penghargaan kepada anak merupakan cara yang tepat guna memancing mereka untuk berkenalan dengan puasa. Kelak, kata Umi, ketika mereka menjelang dewasa, dengan sendirinya mereka akan merasakan manfaat berpuasa. “Saya termasuk orang yang percaya cara ini cukup efektif mengenalkan anak dengan ibadah puasa,” kata dia.
Namun, Umi mengakui perubahan suasana keagama di masyarakat yang tergerus memberikan ras was-was. Rasa was-was itu lantaran lingkungan sangat memberikan pengaruh terhadap pandangan anak-anak. Meski demikian, Umi percaya bahwa dengan memberikan bekal pengenalan dan pemahaman tentang ajaran Islam sedari awal, akan membantu anak-anak menghadapi lingkungan di sekitar mereka. “Saya was-was saja, namun dengan memberikan bekal, Insya Allah tidak ada masalah,” kata dia,
Hilangnya Suasana Religius
Berbicara soal tergerusnya suasana religius, Umi menilai kondisi itu tidak terlepas dari kurangnya pemahaman tentang Islam dalam masyarakat. Kurangnya pemahaman itu berasal dari konsistensi umat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya. Sebagai contoh saja, manfaat puasa yang susah payah diraih selama bulan puasa mendadak tak berarti ketika memasuki 11 bulan berikutnya.
“Kita sebagai umat Islam harus mengulang-ulang pemahaman tentang Islam, “ kata Umi.
Melalui pengulangan itu, umat Islam dapat memahami hakikat kewajiban berpuasa. “Ketika pemahaman agama diasah ulang, dan umat menjadi tahu ihwal ajaran agamanya, maka ibadah apapun akan dilaksanakan,” kata dia.
Yang jelas, kata Umi. Umat Islam harus mengedepankan pemikiran positif ihwal ajaran Islam. Sebab, tidak ada satupun dalam ajaran Islam yang memberatkan. Soal puasa misalnya, pemikiran puasa akan membawa seorang Muslim menjalani pembersihan dosa, maka ia akan menjalankanya dengan suka cita. “Kita ini diberikan kesempatan gratis kok nolak, “ kata dia.