REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM – Saat Ramadhan mulai mengetuk pintu seluruh Muslim penjuru dunia, warga Sudan dilanda kecemasan. Harga-harga kian melejit sebagaian tak terjangkau mengancam keceriaan di bulan puasa.
"Pasar secara umum begitu mahal," ujar seorang warga Sudan, Nadia Ahmed, seusai berkeliling belanja di sebuah pasar di pusat kota Khartoum. "Komoditas makanan sangat, sangat mahal."
Ramadan, bulan tersuci di kalendar Islam akan dimulai pekan depan. Seperti warga sudan lain, Nadia pun akan menyimpan stok daging, sayuran, buah dan gula sehingga mereka bisa mempersiapkan santapan bagi keluarganya.
Harga-harga umumnya melonjak saat Ramdhan, namun tahun ini peningkatkan berada di puncak inflasi sehingga hampir dua kali lipat sejak November. 'Kami mungkin hanya mampu membeli seperempat dari yang biasa kami beli," ujarnya.
Sama seperti Nadia, bagi Akram al Baqir, Ramadhan kali ini ia rasakan lebih keras. Dengan banyak jenis makanan impor dan pupuk dari luar untuk menyuburkan lahan pertanian, Muslim Sudan merasakan kenaikan harga begitu nyata.
"Ramadhan akan datang namun dengan harga demikian tinggi, sungguh menyulitkan kami," ujar Akram al Baqir, yang tengah membeli sayuran.
Awal pekan ini, bank sentral Sudan telah memompakan dana sebesar 500 juta dolar ke sistem keuangan demi menopang pound Sudan, yang kini terjun bebas selama beberapa pekan di pasar gelap, Khartoum.