REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sunnah dalam puasa merupakan semua perbuatan yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Di antaranya sunnahnya adalah Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam mengakhirkan waktu sahur dan menyegerakan berbuka puasa.
Dari Abu Dzar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan hilang sifat kebaikan pada diri manusia, selama ia mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka puasa”. (Hadits Shahih, riwayat Ahmad)
Namun, ada sebagian orang yang berbukanya justru menunggu gelap malam. Apakah itu diperbolehkan?
Dalam buku berjudul M. Quraish Shihab Menjawab dijelaskan, bisa jadi orang berbuka menunggu gelap malam tersebut bermazhab Syi’ah Dua Belas Imam karena mereka memahami perintah berpuasa sampai “malam” (al-layl). (QS. Al-Baqarah [2]: 187).
Menurut M Quraish, mereka memandang berpuasa itu harus sampai gelap menyelubungi seluruh ufuk, atas dasar bahwa bahasa menggunakan kata al-layl dalam arti “hitam” gelap. Sedangkan sewaktu matahari baru terbenam dianggap keadaan masih belum gelap.
Betapapun juga, menurut M Quraish, dalam mazhab Sunni, berdasarkan sekian banyak hadits dan pengamalan Nabi SAW, menyegerakan berbuka puasa adalah sunnah, dan kalaupun tidak menyegerakan berbuka puasanya pun tetap sah.
Salah satu kebiasaan kelompok Syi’ah memang berbuka setelah betul-betul masuk waktu malam. Di saat awan merah di ufuk telah menghilang dan bintang mulai terbit.
Namun, jika diperhatikan, apa yang dipraktikkan oleh Syi’ah dalam kebiasaan berbuka ini sama persis dengan kebiasaan orang yahudi dan nasrani. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW bersabda, "Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibn Hibban).