REPUBLIKA.CO.ID, Menyantap hidangan sahur dan berbuka menjadi kenikmatan tersendiri saat Ramadhan mengingat pencernaan kita telah 'steril' selama kurang lebih 14 jam. Sayangnya, kenikmatan itu sering kali disalahartikan sebagai ajang balas dendam yang justru memicu 'pelanggaran' bagi sistem pencernaan.
Hal itu disampaikan spesialis internist dan gastroenterologist, dr Ari Fahrial Syam, yang menggarisbawahi bahwa pencernaan sebagai faktor utama penunjang aktivitas puasa sehat.
'Pelanggaran' yang dimaksud di atas adalah memberikan pekerjaan yang berlebihan (overload) bagi sistem pencernaan. "Seharusnya, tidak perlu ada perbedaan yang berlebihan dalam menentukan atau memilih menu saat puasa dibandingkan dengan menu di luar Ramadhan," katanya. Sayangnya, tambah Ari, pada saat sahur dan berbuka sering kali dijadikan penebus makan siang yang hilang saat Ramadhan.
Staf pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) itu menambahkan, hal yang penting diperhatikan saat puasa adalah kualitas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi, bukan kuantitasnya. Karenanya, tegas Ari, berlebih-lebihan saat berbuka dan sahur justru merupakan hal yang tidak sehat bagi pencernaan, selain juga menghilangkan hikmah dari puasa itu sendiri.
Makan berlebihan atau memilih menu makanan tanpa mempertimbangkan kandungannya akan berakibat pada permasalahan pencernaan. "Akibatnya, bisa sampai peningkatan asam lambung atau muntah, dan itu akan membatalkan puasa," ujar konsultan gastroenterologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta itu.