Derita Muslim Sudan Jelang Ramadhan

Rep: Agung Sasongko/ Red: Djibril Muhammad

Jumat 20 Jul 2012 16:22 WIB

Muslim Sudan Foto: OnIslam.net Muslim Sudan

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM - Jelang Ramadhan, Muslim Sudan pusing tujuh keliling lantaran harga-harga bahan pokok melambung akibat krisis ekonomi yang menimpa negara mereka. "Ramadhan kali ini, harga-harga bahan pokok tidak logis," komentar Huda Abdullah, yang bekerja di sebuah Universitas negeri di Khartoum, seperti dikutip Reuters, Jumat (21/7).

Ia mengaku terpaksa membatasi pembelian daging guna menyiasati naiknya harga-harga bahan pokok. Tak hanya daging, ia juga membatasi pembelian sayur mayur. "Ayah dan beserta saudaraku yang lain saling membantu namun itu tidak cukup," kata Huda.

Semenjak pemisahan diri dari Sudan Selatan yang kaya minyak, Sudan mengalami krisis ekonomi. Itu disebabkan, Khartoum kehilangan pemasukan dari penjualan minyak sebesar £ SGD 6.5 milyar (1,4 miliar dolar AS). Hilangnya pendapatan dari penjualan minyak segera memicu inflasi karena Sudan mengimpor sebagian besar kebutuhan pangannya.

Saat ini, nilai mata uang Pound Sudan terhadap Dollar Amerika terus merosot (1 £ SGD : $ US 6.1 ). Sebagai langkah antisipasi, Bank Sentral menetapkan kurs 1 £ SGD antara $ 4.3 dan $ 4.7 dari $ 2.7. Pemerintah Sudan sendiri telah memotong subsidi bahan bakar minyak (BBM) guna mengendalikan inflasi.

Sabah, warga Khartoum, mengaku kenaikan harga telah merusak semarak Ramadhan. "Sayuran begitu mahal, semuanya mahal dan mahal. Mengapa pejabat pemerintah tidak melakukan apa-apa. Apa mereka tidak membeli sesuatu," keluh dia.

Lantaran kesal dengan diamnya pemerintah terkait krisis sekelompok aktivis dan lainnya  berencana kembali menggelar aksi unjuk rasa selama Ramadhan.