Muslim Norwegia Mengawali Ramadhan dengan Duka

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

Rabu 03 Aug 2011 10:41 WIB

Muslim di Norwegia berkumpul di awal Ramadhan untuk menghadiri pemakaman dan mendoakan korban serangan kembar Foto: Onislam.net Muslim di Norwegia berkumpul di awal Ramadhan untuk menghadiri pemakaman dan mendoakan korban serangan kembar

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO – Di tengah suasana masih berduka, Muslim Norwegia mengawali bulan Ramadan yang emosional. Mereka berdoa bagi para korban serangan kembar yang dilakukan oleh teroris anti-Islam.

"Bulan puasa kali ini akan dipenuhi emosi dan penghormatan bagi korban dan keluarga mereka," ujar kepala Dewan Islam Norwegia, Methab Asfar, seperti dikutip AFP, Senin (1/8).

Ramadan di Norwegia yang juga dimulai pada 1 Agustus, tiba hanya sepuluh hari setelah serangan kembar pada gedung pemerintah dan perkemahan pelatihan pemuda di Oslo bulan lalu yang menewaskan 76 orang.

Si penyerang, Anders Behring Breivik, mengatakan serangannya adalah misi tunggal untuk menyelamatkan "Kerajaan Kristen' Eropa dari Islam. Di antara para korban meninggal terdapat Muslim Norwegia, termasuk gadis Turki berusia 17 tahun, Gizem Dogan.

Pemakaman Dogan digelar pada hari pertama Ramdhan. Prosesi penguburan yang dilakukan di pemakaman pusat kota Norwegia bagian barat, Trondheim, dihadiri seribu pengunjung, bahkan menteri luar negeri Turki, Ahmet Davutoglu.

"Ramadan selalu menjadi waktu spesial dan kami berdoa setiap hari," ujar Samaia Elamin, 23 tahun yang baru saja membeli buah-buahan dan sayuran untuk berbuka. "Tentu saja kami akan berdoa untuk para korban serangan dan keluaga mereka," ujarnya.

"Ramadan is always a special time, and we pray every day," Samaia Elamin, 23, told AFP as she bought fruit and vegetables for the Iftar when the fast is broken after sunset.

Menjadi pusat debat imigrasi, banyak Muslim merasakan kemarahan dan kecurigaan beberapa jam usai serangan. "Muslim diserang secara verbal dan fisik setelah serangan," ujar Asfar.

"Seharusnya hal seperti ini tak terjadi dalam masyarakat demokratik. Kita harus mampu menyelesaikan perbedaan tanpa harus menggunakan kekerasan."

Beruntung, pemerintah Norwegia tak melakukan tudingan. Mereka mengatasi persoala secara profesional dengan melacak jejak pembunuh dan menahannya beberapa jam setelah serangan. "Mereka mengataasi situasi dengan sangat baik," Asfar. "Sejak serangan hingga kini, pemerintah tidak pernah menuding grup atau individu tertentu berdasar etnis atau agama."

Si pembunuh dianggap gagal dengan misinya. Seorang remaja berusia 16 tahun, salah satu yang selamat dalam serangan bertutur dalam surat terbukanya, Senin. "Alih-alih kamu malah menyatukan kami. Kamu membunuh teman saya, namun kamu tak membunuh gerakan kami, opini kami dan hak kami untuk mengekspresikan diri," tulis si remaja.

"Wanita Muslim dipeluk oleh wanita Norwegia di jalan-jalan dengan simpati. Aksi anda justru berlawanan dengan tujuan anda. Kami telah menciptakan satu komunitas," ujarnya kepada si penyerang.

Pembantaian tersebut memberi dampak mendalam bagi Ramadhan tahun ini. "Muslim atau bukan, pikiran dan doa kami akan selalu bersama para korban dan keluarga mereka," ujar Asfar.