Hari Pertama Ramadhan 17,5 Jam di Norwegia

Red: Muhammad Subarkah

Selasa 07 May 2019 02:17 WIB

Suasana sahur di sebuah rumah tangga di Norwegia. Foto: Savitry Khairunnisa Suasana sahur di sebuah rumah tangga di Norwegia.

Oleh: Savitry Khairunnisa, Muslim Indonesia pernah tinggal di Inggris dan kini di Norwegia)

Alhamdulillah sahur hari pertama berjalan lancar. Sejak selesai tarawih jam 23:30 tadi malam, bocah sudah pasang alarm lalu tidur sambil dengerin murottal dari Islam Pro.

Jam 03:15 alarmnya bunyi. Eh bocah bisa bangun sendiri, Gaess! Langsung setor ke kamar mandi, dan bangunin orang rumah untuk sahur. Padahal tadi malam sudah siap-siap aja kalau drama tahun lalu berulang: matanya terpejam sambil mengunyah hingga makanan habis. Alhamdulillah kali ini nggak kejadian.

Sahur selesai dengan sangat cepat, dan masih tersisa waktu 30 menit sebelum subuh. Begitu selesai sahur, anak saya, Fatih langsung buru-buru cuci piring. Saya pikir karena kumat rajinnya. Ternyata alasannya adalah, "Aku cuci punyaku, tapi nggak mau cuci piringnya Ayah."

Kalau soal cuci-mencuci, anak ini memang agak egois. Selalu ngomel panjang lebar kalau lihat tumpukan cucian piring di dapur. Meski ngomel tapi selalu dikerjakan, sih. Kadang sambil nyanyi-nyanyi juga.

Kelar sahur, dia setor aroma mulutnya yang wangi habis sikat gigi. Setelah salat subuh balik tidur lagi karena jam masuk sekolahnya masih 4 jam lagi.

Hari ini InsyaAllah Fatih puasa 14 jam, sementara kami ikut waktu lokal 17,5 jam. Bismillah lancar dan dimudahkan. Aamiin.

                     ***

Pulang sekolah wajahnya masih ceria. Alhamdulillah nggak mengeluh lapar. Fatih cerita kalau di sela jam istirahat di sekolah tadi mereka menonton berita dari stasiun TV NRK (semacam TVRI-nya Norwegia). Ternyata salah satu isi beritanya adalah Ramadhan yang dimulai hari ini. Dari sana mengalirlah pertanyaan dari teman-teman Fatih. Mereka baru memperhatikan kalau Fatih nggak makan atau minum hari ini.

Pertanyaan seperti, "Untuk apa kamu puasa?" dijawab dengan singkat dan lugas oleh Fatih.

"Karena aku patuh pada perintah Tuhanku. Puasa di bulan Ramadhan juga melatih empati kepada orang miskin atau mereka yang sehari-harinya susah untuk makan."

Teman-temannya mengangguk paham. Acara makan siang berlanjut. Fatih tetap santai mengobrol sambil menyaksikan teman-temannya makan dan minum. Alhamdulillah latihan puasa sejak beberapa tahun lalu cukup bisa menempa Fatih untuk tidak tergoda atau protes meski harus berpuasa sendirian di sekolah.

Perjalanan masih panjang. InsyaAllah semangat tetap terjaga. Tetap optimistis, karena nggak terasa 29 hari lagi Lebaran...