Ari Fahrial Syam: Ramadhan Momentum Keteraturan

Rep: Agung Sasongko/ Red: Johar Arif

Senin 01 Aug 2011 15:24 WIB

dr Ari Fahrial Syam dr Ari Fahrial Syam

REPUBLIKA.CO.ID - Ibadah puasa di bulan ramadhan sewajarnya disambut gembira oleh setiap Muslim. Sebab, ada banyak manfaat yang diterima setiap Muslim ketika menjalankan ibadah puasa.

Demikian diungkapkan Spesialis Penyakit Dalam, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Dr. dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB, FINAMSIM, kepada Republika.co.id. "Bagi saya puasa itu merupakan sesuatu yang ditunggu," kata dia.

Dikatakan Ari, ibadah puasa merupakan momentum keteraturan bagi setiap Muslim. Keteraturan yang dimaksud berupa arahan kepada Muslim untuk menjalankan aktivitas kehidupan dengan baik, efisien dan menyehatkan. "Selamat datang keteraturan," kata dia.

Ari tahu betul, setiap Muslim mendapatkan manfaat yang takkan didapat pada 11 bulan berikutnya. Manfaat itu bisa terlihat dari bagaimana puasa membuat seorang Muslim makan dan tidur teratur. "Selama puasa kita diajarkan hidup teratur," kata dia.

Selain sehat secara fisik, Muslim yang berpuasa akan dilatih bagaimana mengontrol kesehatan mental berupa pengaturan pengendalian hawa nafsu. "Karena itu, saya menyambut gembira kedatangan bulan suci ramadhan," kata dia.

Ari mengaku telah mendapatkan manfaat dari berpuasa. Saat berpuasa ia merasa lebih cerdas dan segar. Itu terbukti, ketika bulan ramadhan, Ari berhasil menyelesaikan disertasinya tepat waktu. "Oh saya merasa lebih cerdas, semasa puasa saya menyelesaikan S3," kata dia.

Manfaat lain, sebagai seorang dokter, Ari tentu berharap dapat membantu mereka yang tengah sakit untuk berpuasa. Harapan itu selalu ditanam dalam hatinya saat ramadhan tiba. "Saya bahagia, ketika ramadhan tiba, saya dapat membantu orang-orang dengan persoalan kesehatan agar mereka tetap berpuasa," kata dia.

Ari tidak mengharapkan mereka yang sakit menjadi alasan untuk tidak berpuasa. Sebab, diakui Ari, tak sedikit Muslim yang mengkambinghitamkan penyakit yang dideritanya sehingga memutuskan untuk tidak berpuasa. "Jangan sampai mereka yang merasa sakit tidak berpuasa. Jadi, adalah tugas saya untuk itu," kata dia.

Selain itu, Ari merasa suasana ramadhan membuat dirinya termotivasi dalam beragama. Motivasi itu selanjutnya begitu berkesan. "Melihat suasana, utamanya minggu pertama, saya merasa begitu taat beragama, itu jadi kesan sendiri," kata dia.

Ketaatan itu dimulai dengan mengukur pola berbuka. Saat berbuka Ari mengusahakan untuk berbuka sesuai sunnah Nabi SAW yakni dengan kurma dan air putih. Kebiasaan itu tentu tidak didapatkanya saat bulan-bulan biasa.

Selanjutnya, Ari mengkonsumsi makanan secara bertahap sesuai dengan takaran kalori yang diperlukan. Lagi-lagi, kata Ari, kebiasaan itu tidak pernah ditemukan dalam 11 bulan lain. "Bulan puasa merupakan kesempatan bagi kita untuk memberikan asupan yang terukur bagi tubuh," kata dia.

Ari mengungkap, rutinitas sebagai dokter menyulitkan dirinya untuk berbuka di rumah. Karena itu, ia lebih banyak berbuka di rumah sakit. "Biasanya rumah sakit memberikan kurma dan teh, makan pun secukupnya," ungkap dia.

Namun, Ari menyadari pula bahwa profesinya sebagai dokter membuat dirinya tidak dapat optimal menjalankan amalan ibadah lain seperti tarawih dan tadarus. Wal hasil, ibadah tarawih dan tadarus tidak berjalan optimal. "Buat dokter praktek, kadang-kadang terawih, kecuali libur di rumah atau di masjid, tapi kalau waktu padat di rumah," kata dia.

Menurut Ari, rasa lelah yang sudah tak tertahankan menjadi kendala. Biasanya, ketika sudah lelah Ari bablas tertidur hingga sahur. "Itu kendala saya. Tapi biasanya, saya usahakan tarawih dan tadarus dirumah," kata dia.

Konsistensi

Ari mengatakan rutinitas yang padat diakui menjadi biang keladi mengapa sebagian Muslim tidak optimal mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan yang dianjurkan. Kondisi itu berpengaruh terhadap tujuan Ramadhan dalam menciptakan pemantapan dan konsistensi umat Islam saat menjalani 11 bulan berikutnya.

Menurut Ari, persoalan konsistensi itu bisa diselesaikan apabila setiap Muslim telah berhijrah seperti arahan Allah SWT dalam bulan suci Ramadhan. Ketika Muslim telah berhijrah, dapat diharapkan ada proses perbaikan diri. Perbaikan itu diharapkan akan terpatri dalam diri setiap Muslim.

"Seharusnya ada yang tertinggal, minimal pola keteraturan yang tertinggal. Biasanya semua bablas saat lebaran. Konsistensi ini, memang butuh usaha. Kalau kita niatkan akan tidak masalah," pungkas dia.