Ahad 09 Apr 2023 03:14 WIB

Mafindo: Orang Cenderung Percaya Hoaks Jika Informasi Sesuai dengan Opininya

Pengguna internet di Indonesia telah menembus angka 215 juta orang pada 2021.

Fact Checker Senior Mafindo, Syarief Ramaputra.
Foto: Dok Mafindo
Fact Checker Senior Mafindo, Syarief Ramaputra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menyatakan, pengguna media sosial (medsos) harus memiliki kemampuan menyaring dan memverifikasi informasi. Hal itu karena penyebaran hoaks menjadi masalah serius, terutama pada masa pandemi Covid-19.

"Orang itu lebih cenderung percaya hoaks jika memang informasinya itu sesuai dengan opini yang dimiliki atau diyakini," ujar Fact Checker Senior Mafindo, Syarief Ramaputra dalam memperingati Hari Internasional Fact-Checking dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (8/4/2023).

Setiap hari, jumlah informasi yang beredar di internet terus bertambah dan semakin tidak terbendung. Dengan penetrasi internet yang mencapai 78 persen, pengguna internet di Indonesia telah menembus angka 215 juta orang pada 2021. Dari jumlah itu, sekitar 73 persen responden menjadikan medsos sebagai sumber informasi.

Menurut Syarief, kini muncul fenomena gelembung informasi karena basis algoritma tertentu. Fenomena itu memungkinkan informasi yang diterima seseorang yang menggunakan medsos hanya sesuai dengan minatnya saja. "Sebuah hoaks informasi yang secara terus menerus tampil dapat berpotensi dipercayai oleh banyak orang. Hal ini yang disebut dengan fenomena post truth," katanya.

Syarief menilai, perkembangan artificial intelligence (AI) menjadi momok tersendiri dalam penipuan di internet. Teknologi AI dapat mengubah wajah seseorang mirip seperti aslinya. "Teknologi ini sudah digunakan sebelumnya dalam pembuatan film. Tetapi, potensi negatifnya juga tidak ikut sirna," kata Syarief.

Manajer Kebijakan Publik Meta Indonesia, Karissa Sjawaldy menerangkan, Facebook  mempunyai mekanisme moderasi konten negatif, hoaks, atau misinformasi. Facebook akan menghapus konten yang membahayakan atau yang berisi unsur kekarasan.

Selain itu, kata dia, Facebook juga mengurangi distribusi informasi di newsfeed misalnya informasi yang salah dan keliru. "Ketiga, memberikan tanda untuk konten yang sudah diverifikasi," ucapnya.

Karissa membagikan tips agar pengguna medsos tidak ikut menyebarkan berita hoaks atau misinformasi. Pertama, cek kembali kebenaran informasi dari sumber yang terpercaya. Kedua, cek judul berita yang bombastis dan tautan dari berita. Ketiga, cek foto atau video yang sudah termanipulasi.

Keempat, cek tanggal pemberitaan sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Karissa menjelaskan, pengguna Facebook juga dapat melaporkan suatu informasi sebagai hoaks. "Laporan dari pengguna ini nantinya akan dicek ulang oleh pihak Facebook. Sedangkan Whatsapp tidak bisa melakukan laporan ini, maka pengguna diharapkan dapat menyaring secara mandiri," ujar Karissa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement